Posted by : Asep Muharam
Rabu, 21 Maret 2012
Negara
Timor Leste mungkin tidak asing di telinga kita. Tentu saja hal
tersebut karena negara Timor Letse dulunya sempat menjadi bagian dari
NKRI. Terserah bagaimana opini anda mengenai negara ini, namun kita
patut menyimak lebih dalam bagaimana sejarahnya dan juga ketangguhan
Tentara Republik Indonesia
dalam invasinya membebaskan Timor Letse dari jajahan Portugis. Invasi
itu dikenal hingga sekarang dengan nama “Oprasi Seroja”. Berikut sekilas
sejarah yang bisa kami jelaskan. Yo..
Sejarah Timor Leste berawal dengan kedatangan orang
Australoid dan Melanesia. Orang dari Portugal mulai berdagang dengan
pulau Timor pada awal abad ke-16 dan menjajahnya pada pertengahan abad
itu juga. Setelah terjadi beberapa bentrokan dengan Belanda, dibuat
perjanjian pada 1859 di mana Portugal memberikan bagian barat pulau itu.
Jepang menguasai Timor Timur dari 1942 sampai 1945, namun setelah
mereka kalah dalam Perang Dunia II Portugal kembali menguasainya.
Pada
tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal dan Gubernur
terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban
dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke
Timor Leste yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires
memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di
Timor Leste untuk mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan
Pulau Atauro. Setelah itu FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan
mendeklarasikan Timor Leste sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada
tanggal 28 November 1975.
Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara
bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian
terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya wanita dan
anak-anak karena para suami mereka adalah pendukung faksi integrasi
dengan Indonesia).
Dalam
sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning
Herald, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa
"jumlah korban tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000". Tak
lama kemudian, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan
Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia
untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan
Komunis.
Ketika
pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975,
FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan
untuk untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari
penduduk ini kemudian mati di hutan karena pemboman dari udara oleh
militer Indonesia serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan.
Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara
Indonesia, namun Tim Palang Merah International yang menangani
orang-orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.
Selain
terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian
oleh kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih
moderat. Sehingga banyak juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh
sesama FRETILIN selama di Hutan. Semua cerita ini dikisahkan kembali
oleh orang-orang seperti Francisco Xavier do Amaral, Presiden Pertama
Timor Lesta yang mendeklarasikan kemerdekaan Timor Leste pada tahun
1975.
Seandainya
Jenderal Wiranto (pada waktu itu Letnan) tidak menyelamatkan Xavier di
lubang tempat dia dipenjarakan oleh FRETILIN di hutan, maka mungkin
Xavier tidak bisa lagi jadi Ketua Partai ASDT di Timor Leste Sekarang.
Selain Xavier, ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang
dinyatakan hilang di hutan (kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok
radikal FRETILIN). Istri komandan Aquilis sekarang ada di Baucau dan
masih terus menanyakan kepada para komandan FRETILIN lain yang memegang
kendali di sektor Timur pada waktu itu tentang keberadaan suaminya.
Selama
perang saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan
(September-November 1975) dan selama pendudukan Indonesia selama 24
tahun (1975-1999), lebih dari 200.000 orang dinyatakan meninggal (60.000
orang secara resmi mati di tangan FRETILN menurut laporan resmi PBB).
Selebihnya mati ditangan Indonesia saat dan sesudah invasi dan adapula
yang mati kelaparan atau penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di
tangan tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia dari bom-bom
napalm, serta mortir-mortir.
Operasi Seroja
Operasi
Seroja adalah sandi untuk invasi Indonesia ke Timor Timur yang dimulai
pada tanggal 7 Desember 1975. Pihak Indonesia menyerbu Timor Timur
karena adanya desakan Amerika Serikat dan Australia yang menginginkan
agar Fretilin yang berpaham komunisme tidak berkuasa di Timor Timur.
Selain itu, serbuan Indonesia ke Timor Timur juga karena adanya kehendak
dari sebagian rakyat Timor Timur yang ingin bersatu dengan Indonesia
atas alasan etnik dan sejarah.
Angkatan
Darat Indonesia mulai menyebrangi perbatasan dekat Atambua tanggal 17
Desember 1975 yang menandai awal Operasi Seroja. Sebelumnya,
pesawat-pesawat Angkatan Udara RI sudah kerap menyatroni wilayah Timor
Timur dan artileri Indonesia sudah sering menyapu wilayah Timor Timur.
Kontak langsung pasukan Infantri dengan Fretilin pertama kali terjadi di
Suai, 27 Desember 1975.
Pertempuran
terdahsyat terjadi di Baucau pada 18-29 September 1976. Walaupun TNI
telah berhasil memasuki Dili pada awal Februari 1976, namun banyak
pertempuran-pertempuran kecil maupun besar yang terjadi di seluruh
pelosok Timor Timur antara Fretilin melawan pasukan TNI. Dalam
pertempuran terakhir di Lospalos 1978, Fretilin mengalami kekalahan
telak dan 3.000 pasukannya menyerah setelah dikepung oleh TNI
berhari-hari. Operasi Seroja berakhir sepenuhnya pada tahun 1978 dengan
hasil kekalahan Fretilin dan pengintegrasian Timor Timur ke dalam
wilayah NKRI.
Selama operasi ini berlangsung, arus pengungsian warga
Timor Timur ke wilayah Indonesia mencapai angka 100.000 orang. Korban
berjatuhan dari pihak militer dan sipil. Warga sipil banyak digunakan
sebagai tameng hidup oleh Fretilin sehingga korban yang berjatuhan dari
sipil pun cukup banyak. Pihak Indonesia juga dituding sering melakukan
pembantaian pada anggota Fretilin yang tertangkap selama Operasi Seroja
berlangsung.
Timor
Leste menjadi bagian dari Indonesia tahun 1976 sebagai provinsi ke-27
setelah gubernur jendral Timor Portugis terakhir Mario Lemos Pires
melarikan diri dari Dili setelah tidak mampu menguasai keadaan pada saat
terjadi perang saudara. Portugal juga gagal dalam proses dekolonisasi
di Timor Portugis dan selalu mengklaim Timor Portugis sebagai wilayahnya
walaupun meninggalkannya dan tidak pernah diurus dengan baik.
Amerika
Serikat dan Australia "merestui" tindakan Indonesia karena takut Timor
Leste menjadi kantong komunisme terutama karena kekuatan utama di perang
saudara Timor Leste adalah Fretilin yang beraliran Marxis-Komunis. AS
dan Australia khawatir akan efek domino meluasnya pengaruh komunisme di
Asia Tenggara setelah AS lari terbirit-birit dari Vietnam dengan
jatuhnya Saigon atau Ho Chi Minh City.
Namun
PBB tidak menyetujui tindakan Indonesia. Setelah referendum yang
diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999, di bawah perjanjian yang
disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk
Timor Leste memilih merdeka dari Indonesia. Antara waktu referendum
sampai kedatangan pasukan perdamaian PBB pada akhir September 1999, kaum
anti-kemerdekaan yang konon didukung Indonesia mengadakan pembantaian
balasan besar-besaran, di mana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000
dipaksa mengungsi ke Timor barat. Sebagian besar infrastruktur seperti
rumah, sistem irigasi, air, sekolah dan listrik hancur.
Pada
20 September 1999 pasukan penjaga perdamaian International Force for
East Timor (INTERFET) tiba dan mengakhiri hal ini. Pada 20 Mei 2002,
Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan
nama Timor Leste dengan sokongan luar biasa dari PBB. Ekonomi berubah
total setelah PBB mengurangi misinya secara drastis.
Sumber : http://balebalegapleh.blogspot.com/2012/03/invasi-indonesia-ke-timor-leste-operasi.html