Oleh: Pelda PL Tobing
“Tunjukkan jati dirimu, lebih baik kita pulang nama dari pada gagal di medan laga”.
Perintah Alm Jenderal TNI LB Murdhani itulah yang memotivasi semangat
pengabdian dan pengorbanan Pelda Pontas Lumban Tobing berani berhadapan
langsung dengan pembajak untuk membebaskan para penumpang pesawat
Garuda Woyla yang disandera pembajak di Don Muang Thailand.
Atas jasanya itu Pelda Pontas Lumban Tobing menerima anugerah kehormatan
medali “Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi” sebagai penghargaan atas
pengabdian dan pengorbanannya yang patut dijadikan suri tauladan bagi
semua generasi penerus prajurit TNI.
Pembebasan penumpang pesawat Garuda DC-9 Woyla di bandara Don Muang
Thailand merupakan peristiwa spektakuler, bahkan banyak yang menilai
keberhasilan itu melebihi keberhasilan Israel dalam membebaskan sandera
di Entebbe Uganda.
Keberhasilan TNI dalam hal ini Kopassus dalam aksi pembebasan sandera
itu tidak lepas dari perang Pelda Pontas Lumban Tobing salah seorang
anggota Kopassus yang tergabung dalam tim pembebasan dan bertindak
sebagai penyergap bersama temannya almarhum Ahmad Kirang yang gugur
dalam aksi itu. Pak Tobing demikian ia dipanggil sehari-hari rela telah
menunjukkan keberanian dan ketebalan tekad melampaui dan melebihi
panggilan kewajiban dalam melaksanakan tugas mulia.
Dia dan alm Ahmad Kirang mendobrak pintu pesawat DC-9 Garuda Woyla
menyergap masuk menghadapi para pembajak yang berjumlah 5 (lima) orang
bersenjata lengkap.Dia dan alm Ahmad kirang langsung berhadapan dengan
para pembajak dan saat itu pula juga terjadilah tembak menembak yang
tidak seimbang antara penyergap melawan pembajak.
Dua anggota TNI Pelda Pontas Lumban Tobing dengan Capa Ahmad Kirang
melawan lima pembajak pembajak ditengah histeria ketakutan para
penumpang pesawat DC-9 Garuda Woyla di Bandara Don Muang. Dua orang yang
belum bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang. Sementara
pembajak sudah siap menghamburkan pelurunya kepada siapapun penerobos
yang akan membebaskan para sandera. Dalam adu tembak yang berlangsung
tidak lebih dari 5 menit itu 4 pembajak berhasil ditembak mati dan satu
orang lainnya dilumpuhkan. Capa Ahmad Kirang gugur dalam aksi
penyelamatan sandera itu dengan sejumlah luka tembak di badannya.
Sementara Pelda Tobing sendiri kena dua tembakan masing-masing dibagian
rusuk dan tangannya.
Pelda Tobing yang pensiun dengan pangkat Kapten menjelaskan kepada
Patriot bahwa ia tidak mengira namun bangga ditunjuk menjadi anggota tim
pembebasan pesawat Garuda yang disandera oleh pembajak di Don Muang
dibawah pimpinan dua perwira yang sangat ia segani yaitu Jenderal TNI
Alm LB Murdhani yang saat itu berpangkat Letjen dan Letjen TNI Purn
Sintong Panjaitan yang saat itu masih berpangkat Letkol. PL Tobing
ketika dipanggil untuk menjadi anggota tim pembebasan saat itu ia masih
bertugas di Salemba sebagai pelatih komandan batalyon resimen mahasiswa
dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia.“Pada tanggal 29 Maret 1981
pagi-pagi, tiba-tiba saya mendapatkan telpon dari Markas Kopassus (saat
itu masih Kopassandha) yang menurut anak buah saya katanya dari Letkol
Sintong Panjaitan”, ungkapnya. Sintong Panjaitan memerintahkannya segera
ke Cijantung secepatnya. “Saya lihat dibawah sudah menunggu anggota
Provost yang siap menjemput saya ke Cijantung, saat itu pula saya
berangkat ke Cijantung tetapi saya tidak tahu tugas apa yang harus saya
laksanakan”, imbuhnya.Dia mendapatkan penjelasan di Cijantung langsung
dari Sintong Panjaitan bahwa tanggal 28 Maret 1981 pesawat Garuda Woyla
di bajak di Don Muang Thailand.
Pasukan TNI dari Kopassandha dibawah pimpinan Letkol Sintong Panjaitan
dan dibawah koordinasi langsung Letjen TNI LB Murdhani memiliki tugas
membebaskan para sandera dan melumpuhkan pembajak.Pada hari itu juga,
menurut PL Tobing Tim Khusus yang berjumlah 30 orang dengan berpakaian
sipil diberangkatkan ke Don Muang dengan menumpang pesawat garuda jenis
DC-10.
Menurut Tobing semua penumpang nampak gelisah dan ditengah-tengah
kegelisahan itu tiba-tiba muncul perintah dari Letjen TNI LB Murdhani
agar seluruh prajurit memakai seragam lengkap Kopassandha. “Tunjukkan
jati dirimu, lebih baik kita pulang nama dari pada gagal di medan laga.
Kata-kata itulah yang memotivasi semangat dan keberanian saya untuk
berhadapan langsung dengan pembajak dan membebaskan para penumpang yang
disandera meskipun harus mengorbankan nyawa saya “, pengakuan Tobing.
Maka saya yang ditugaskan sebagai penyergap bersama almarhum Ahmad
Kirang tidak gentar sama sekali mendobrak pintu pesawat yang dibajak dan
langsung berhadapan dengan para pembajak, tambahnya.PL Tobing dan Ahmad
Kirang mendobrak pintu utama untuk menerobos pesawat yang dibajak,
meskipun awalnya sesuai rencana di perintahkan masuk melalui pintu
darurat. “Pertimbangan saya dan Ahmad Kirang kalau secara senyap masuk
melalui pintu darurat begitu nongol akan di gorok pembajak dan kita
tidak bisa membedakan mana pembajak dan mana penumpang, maka kita
berinisiatif dan memutuskan untuk melalui pintu utama”, jelas Tobing.
Ketika berhasil mendobrak pintu dan masuk ke pesawat saya langsung
berterika sekeras-kerasnya” Penumpang Tiaraaaaappp” dengan harapan semua
penumpang tiarap kecuali pembajak untuk membedakannya, karena kita
memang tidak bisa membedakannya dan kita belum bisa melihat apa-apa di
badan pesawat karena mata kita masih beradaptasi, tambahnya. Ternyata
apa yang dilakukan Tobing memang benar adanya. Seluruh penumpang tiarap
keculai pembajak yang saat itu langsung memberondongnya dengan
tembakan.Seperti dituturkanya, kejadian tembak menembak itu telah
menewaskan teman seperjuangannya Capa Ahmad Kirang dan dia sendiri
mengalami dua luka tembak yang terpaksa mengharuskan dia dirawat di
Rumah Sakit Gatot Subroto beberapa waktu lamanya. Namun Tim Khusus dari
Kopassandha dan tentu saja karena semangat pengabdian dan pengorbanan 2
orang tim penyergap yaitu almarhum Lettu Anumerta Ahmad Kirang dan Pelda
Pontas Lumban Tobing ini telah berhasil menambah torehan emasnya
membebaskan para penumpang pesawat DC-9 Garuda Woyla di Don Muang
Thailand. Atas jasanya itu Pelda Pontas Lumban Tobing menerima anugerah
kehormatan medali “Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi” sebagai
penghargaan atas pengabdian dan pengorbanannya yang patut dijadikan suri
tauladan bagi semua generasi penerus prajurit TNI.Ketika ditanya
tentang perasaan apa setelah ia berhasil melaksanakan tugas pembebasan
penumpang pesawat Garuda Woyla yang sangat spektakuler itu PL Tobing
dengan rendah hati dan jujur mengaku bangga. “ Saya dianugerahi Bintang
Maha Sakti dan mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa setingkat lebih
tinggi menjadi Peltu“, ungkapnya.
Namun jujur saya katakan kenaikan pangkat luar biasa itu bagi saya
kurang tepat, karena tanpa kenaikan pangkat luar biasa itu sebetulnya
saya sudah diusulkan oleh satuan naik pangkat secara reguler menjadi
Peltu. Memang hal ini pernah menjadi pembicaraan di kalangan satuan
saya, tapi biarlah yang penting kita dapat melaksanakan tugas dengan
baik. “Tapi saya pesan melalui bapak-bapak (Patriot) moga-moga pimpinan
TNI memperhatikan kehidupan para penyandang kehormatan Bintang Maha
Sakti ini yang jumlahnya tidak banyak.
Khan bapak-bapak akan repot sekali bila harus mengangkat jenasah saya
dari rumah ini menuju TMP, karena rumah saya yang jelek dan berada di
gang sempit ini”, pesan PL Tobing melalui Patriot.“Memang betul apa yang
dikatakan Pak LB Murdhani, lebih baik pulang nama dari pada gagal di
medan laga, dan itu saya kira harus ditanamkan dalam jiwa seluruh
prajurit TNI”, ungkapnya. Semangat ini yang harus dipelihara, karena
saya lihat sudah banyak yang mulai luntur. Rata-rata hanya mengejar
materi. “Kita harus bisa membedakan mana yang emas 22 karat, mana emas
palsu. Mana perunggu ? Dan hal ini yang harus dimiliki oleh para
pemimpin TNI terutama dalam menilai anak buah yang diharapkan menjadi
calon pemimpin masa depan”, tuturnya.
Pembinaan karir jangan hanya didasarkan pendidikan saja, tapi juga harus didasarkan pengalaman dan pengabdiannya, tambahnya.
Sumber : http://belanegarari.wordpress.com/2009/04/28/kisah-seorang-operator-operasi-woyla-kopassus/