Posted by : Asep Muharam
Selasa, 21 Februari 2012
Amati
kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur
pada kendaraan bermerek Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merek
kendaran ini memang selalu menyesaki padatnya lalu lintas. Karena itu
barangkali memang layak disebut sebagai raja jalanan. Namun, pernahkah
Anda tahu, sang pendiri kerajaan bisnis Honda, Soichiro Honda,selalu
diliputi kegagalan saat menjalani kehidupannya sejak kecil hingga
berbuah lahirnya imperium bisnis mendunia itu. Dia bahkan tidak pernah
bisa menyandang gelar insinyur. Ia bukan siswa yang memiliki otak
cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari
pandangan guru.'
Saat
merintis bisnisnya, Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat
jatuh sakit, kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun, ia terus
bermimpi dan bermimpi. Dan, impian itu akhirnya terjelma dengan bekal
ketekunan dan kerja keras. ''Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak
bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda,'' tutur
Soichiro, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS
Juntendo, Tokyo, akibat mengidap lever. Kecintaannya kepada mesin, jelas
diwarisi dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun
Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah.
Di
kawasan inilah dia lahir. Kala sering bermain di bengkel, ayahnya
selalu memberi catut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering
bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi
motor penggeraknya. Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat
berdiam diri berjam-jam. Tak seperti kawan sebayanya kala itu yang
lebih banyak menghabiskan waktu bermain penuh suka cita. Dia memang
menunjukan keunikan sejak awal. Seperti misalnya kegiatan nekad yang
dipilihnya pada usia 8 tahun, dengan bersepeda sejauh 10 mil. Itu
dilakukan hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang.
Bersepada
memang menjadi salah satu hobinya kala kanak-kanak. Dan buahnya, ketika
12 tahun, Soichiro Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal
dengan model rem kaki. Sampai saat itu, di benaknya belum muncul impian
menjadi usahawan otomotif. Karena dia sadar berasal dari keluarga
miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya selalu
rendah diri. Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke kota, untuk bekerja di
Hart Shokai Company. Bossnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara
kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang
mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam
tahun bekerja di situ, menambah wawasannya tentang permesinan.
Akhirnya,
pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu kantor cabang
di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya. kreatif. memperbaiki mobil
pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya tak
jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai subuh. Yang menarik,
walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap kreatif. Kejeniusannya
membuahkan fenomena. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu,
hingga tidak baik untuk kepentingan meredam goncangan. Menyadari ini,
Soichiro punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam.
Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke
seluruh dunia. Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang
pertama. Setelah menciptakan ruji. Lalu Honda pun ingin melepaskan diri
dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Mulai saat itu dia berpikir,
spesialis apa yang dipilih ? Otaknya tertuju kepada pembuatan ring
piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938.
Lalu,
ditawarkannya karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif. Sayang, karyanya
itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring
Piston buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi
teman-temannya terhadap kegagalan itu dan menyesalkan dirinya keluar
dari bengkel milik Saka Kibara. Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit
cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali
memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada
solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah
pengetahuannya tentang mesin.
Siang
hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel mempraktekkan
pengetahuan yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua tahun menjadi
mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
''Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan
dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan
pengaruhnya,'' ujar Honda, yang diusia mudanya gandrung balap mobil.
Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah. Melainkan
pengetahuan.
Penjelasan
ini justru dianggap penghinaan. Tapi dikeluarkan dari perguruan tinggi
bukan akhir segalanya. Berkat kerja kerasnya, desain ring pinston-nya
diterima pihak Toyota yang langsung memberikan kontrak. Ini membawa
Honda berniat mendirikan pabrik. Impiannya untuk mendirikan pabrik
mesinpun serasa kian dekat di pelupuk mata. Tetapi malangnya, niatan itu
kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana kepada
masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi kegagalan lalu menyerah pasrah.
Dia lalu nekad mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk
mendirikan pabrik. Namun lagi-lagi musibah datang. Setelah perang
meletus, pabriknya terbakar, bahkan hingga dua kali kejadian itu
menimpanya.
Honda
tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan karyawannya.
Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh
kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik.
Penderitaan sepertinya belum akan selesai. Tanpa diduga, gempa bumi
meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik ring
pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain.
Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang
kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda.
Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter
itu.
Padahal
dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda
pancalnya. Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun
memasang motor kecil pada sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor-- cikal
bakal lahirnya mobil Honda -- itu diminati oleh para tetangga. Jadilah
dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya
berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Lalu Honda
kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas
dari tangannya. Motor Honda berikut mobilnya, menjadi raja jalanan
dunia, termasuk Indonesia.
Semasa
hidup Honda selalu menyatakan, jangan dulu melihat keberhasilanya dalam
menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang
dialaminya. ''ORANG MELIHAT KESUKSESAN SAYA HANYA SATU PERSEN. TAPI,
MEREKA TIDAK MELIHAT 99 PERSEN KEGAGALAN SAYA,'' tuturnya. Ia memberikan
petuah, ''KETIKA ANDA MENGALAMI KEGAGALAN, MAKA SEGERALAH MULAI KEMBALI
BERMIMPI. DAN MIMPIKANLAH MIMPI BARU.'' Jelas kisah Honda ini merupakan
contoh, bahwa sukses itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya,
tidak pintar di sekolah, dan hanya berasal dari keluarga miskin.
Sumber : http://wisbenbae.blogspot.com/2012/02/biografi-pendiri-honda.html