Posted by : Asep Muharam
Selasa, 31 Juli 2012
(Ahram)
Menurut situs Ahram, tradisi ini bermula sejak tahun 1460 pada masa kepemimpinan Sultan Al-Zaher Seif Al-Din Zenki Khashqodom. Dikisahkan, kala itu dia menerima sebuah meriam dari kenalannya seorang Jerman.
Dia kemudian menguji daya tembaknya, tepat saat matahari terbenam dan dikumandangkannya adzan magrib. Kala itu, uji tembak dilakukan saat bulan Ramadan. Warga meyakini bahwa ini adalah cara Sultan memberitahu mereka bahwa waktu berbuka telah tiba.
Menyadari pentingnya tembakan meriam bagi popularitas Sultan, pada cendekiawan dan menteri-menteri lantas mendatanginya. Mereka ingin memintanya untuk meneruskan tembakan meriam pada bulan Ramadan. Namun, Sultan tidak ada di rumah saat itu. Tetamu disambut oleh istrinya, Haja Fatimah.
Oleh Fatimah, pesan para tamu disampaikan kepada suaminya. Sejak itulah, konon, tradisi ini bermula. Meriam penanda sahur dan berbuka ini kemudian dinamakan Haja Fatimah.
Awalnya meriam ditembakkan lengkap dengan pelurunya dari atas benteng kota Kairo. Namun, pada tahun 1859, kota mulai dipenuhi dengan warga, sehingga tembakan hanya menggunakan peluru kosong.
Tradisi ini ternyata juga
diadaptasi oleh Suriah pada awal abad ke-19. Lalu menjalar ke
negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah.
Sumber : http://dunia.news.viva.co.id/news/read/338029-tembakan-meriam--tanda-sahur-berbuka-di-mesir