Jalan
tanah yang terjal dengan batu-batu runcing dipadati dahan rimbun di
sisinya. Sesekali, ojek pengangkut kayu melintas di jalan yang lebarnya
hanya 3 meter itu. Pengendaranya lincah menghindari lekukan dan batu.
Lutung, elang, dan perkutut sesekali tampak berkeliaran di sana.
Jalan
itu adalah jalur yang melintasi hutan Leuweungsancang, Kecamatan
Cibalong, Kabupaten Garut. Meski pepohonan cukup padat dan masih
terdapat berbagai satwa liar di hutan tersebut, kelestarian
Leuweungsancang sudah sangat berubah.
"Dulu, waktu saya pertama
bekerja tahun 1987, banyak macan, ular, bahkan banteng," kata polisi
hutan Cagar Alam Leuweungsancang, Aji Sudarji. Saat itu, Leuweungsancang
sangat ditakuti. Jangankan masyarakat, polisi hutan pun segan jika
hendak masuk ke hutan itu.
"Baru di tepi hutan saja, kami sudah bergidik. Kepercayaan itu terkait erat dengan mitos Leuweungsancang," katanya. Mitos
itu menyebutkan Leuweungsancang sebagai tempat menghilangnya Prabu
Siliwangi. Jika warga masuk ke hutan lalu terluka dengan binatang buas,
menurut Aji, mereka sangat percaya itu disebabkan kesakralan hutan telah
diganggu.
Dengan keangkeran itu, Leuweungsancang justru terjaga.
Saat itu pohon begitu rimbun sehingga sinar matahari pun sulit menembus
rimbunnya daun dan ranting. Namun, sejak reformasi 1998, kondisinya
berubah karena pembalakan liar.
Walaupun pembalakan mereda tahun
2003 dengan bantuan polisi, kesakralan Leuweungsancang dan penghormatan
kepada hutan tak lagi terasa. Di hutan dengan luas sekitar 2.150 hektar
itu tak lagi ditemukan banteng. Ular dan macan pun hanya sesekali
terlihat. Menurut Sule (46), nelayan di Desa Sancang, Kecamatan
Cibalong, mitos Prabu Siliwangi tergantung pada masing-masing individu.
Ada warga yang masih memercayainya, tetapi ada pula yang menganggap
sebagai suatu lambang.
"Jadi, Prabu Siliwangi itu sebagai perlambang orang Sunda. Siliwangi itu ada dalam hati, bukan dalam wujud sebenarnya," ujarnya.
Legenda
Menurut
legenda, Prabu Siliwangi dan pengikutnya melarikan diri dan menghilang
di Leuweungsancang karena dikejar anaknya, Kiansantang, lantaran menolak
masuk Islam. Prabu Siliwangi berubah wujud menjadi harimau putih,
sementara pengikutnya menjadi harimau loreng yang disebut maung sancang.
Harimau
jelmaan Prabu Siliwangi berdiam di dekat muara Sungai Cikaengan. Lokasi
itu hingga kini dianggap petilasan Prabu Siliwangi dan kerap didatangi
masyarakat Sunda dan wisatawan. Sementara maung sancang tinggal di hutan
Leuweungsancang. Keberadaan legenda itu mengakibatkan hutan di tepi
Samudra Indonesia itu dihormati masyarakat sekitar dan menjadikannya
sebagai hutan tropis pantai yang masih cenderung utuh.
Di
Leuweungsancang juga ditemui pohon kaboa (Aegiceros comiculatum), yaitu
sejenis bakau yang hanya tumbuh di hutan itu. Kayu kaboa konon diyakini
sebagai pelindung jika menjelajahi hutan itu agar tidak diganggu
harimau.
Kini pohon itu diyakini punah akibat penyerobotan lahan
dan pembalakan liar sejak reformasi 1998. Sejumlah hewan langka seperti
banteng juga menghilang.
Sumber : http://www.indospiritual.com/artikel_mistik-hutan-leuweungsancang.html