Archive for Agustus 2013

Agen Orange Operasi Senjata Rahasia AS di Vietnam

Jumat, 30 Agustus 2013
Posted by Asep Muharam
 Banyak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Amerika Selama perang
Vietnam. Lebih sadisnya mereka menggunakan senjata biokimia yang
disuntikkan ke tahanan 0rang Vietnam.
Dari hasil suntikan !tu mengakibatkan efek jangka panjang yang
mengerikan. Mereka yang terinfeksi menikah akan melahirkan anak yang
mengalami gangguan atau cacat. Senjata bernama Agent Orange ini juga
disemprotkan ke tanaman dan menginfeksi semuanya

Agen Oranye dan "Super Oranye" adalah julukan yang diberikan untuk herbisida dan defolian yang digunakan oleh Militer Amerika Serikat dalam peperangan herbisida (herbicidal warfare) selama Perang Vietnam. Dalam peperangan herbisida tersebut, sejumlah herbisida termasuk Agen Oranye digunakan dengan maksud untuk menghancurkan produksi bahan pangan dan pepohonan yang dijadikan sebagai tempat bersembunyinya musuh. Agen Oranye digunakan dari 1961 hingga 1971, dan di antara semua yang disebut " herbisida pelangi" yang yang paling berbahaya, yang digunakan dalam program ini.


Salah satu korban "Agen Orange" Vietnam

Degradasi Agen Oranye (maupun Agen Ungu, Merah Jambu, dan Hijau) melepaskan dioxin, yang dituduh telah membahayakan kesehatan mereka yang terpaparkan pada masa Perang Vietnam. Agen Biru dan Putih adalah bagian dari program yang sama tetapi tidak mengandung dioxin. Studi tentang penduduk yang terpapar dioxin, meskipun tidak harus Agen Oranye, menunjukkan meningkatnya risiko berbagai tipe kanker dan cacat genetis. Dampak paparan pada tingkat rendah untuk jangka waktu yang lama belum dapat dipastikan. Sejak 1980-an, sejumlah tuntutan hukum telah diajukan terhadap perusahaan-perusahaan yang memproduksi Agen Oranye, di antaranya adalah Dow Chemical, Monsanto dan Diamond Shamrock.


Para veteran AS memperoleh ganti rugi sebesar AS$180 juta pada 1984, dan para veteran yang paling besar terkena akibatnya menerima ganti rugi satu kali sebesar AS $1.200. Para veteran Amerika dari perang di Vietnam berusaha memperoleh pengakuan tentang Agen Oranye, kompensasi dan perawatan untuk penderitaan yang mereka dan anak-anak mereka alami karena Agen ini; banyak veteran Vietnam yang terpapar dengan Agen Oranye tidak berhasil memperoleh perawatan medis yang telah dijanjikan melalui sistem medis Departemen Urusan Veteran dan hanya dalam kasus-kasus yang istimewa anak-anak mereka yang terpengaruh berhasil mendapatkan batnauan kesehatan dari pemerintah. Para veteran Vietnam dan keluarga mereka yang pertama kali mengajukan tuntutan atas Agen Oranye ini menyatakan 25 tahun yang lalu bahwa pemerintah "hanya menunggu kita semua mati". Mereka menuduh bahwa kebanyakan dari mereka yang masih hidup akan mati karena akibat-akibat paparan racun ini selama beberapa tahun mendatang, sebelum mereka mencapai usia 65 tahun.


Herbisida ini pertama kali diperkenalkan pada, 1946 dan dipergunakan secara luas dalam pertanian pada pertengahan 1950-an dan pertama kali diperkenalkan di lading-ladang pertanian di Aguadilla, Puerto Rico.

Pada saat Agen Oranye dijual kepada pemerintah AS untuk digunakan di Vietnam, memo-memo intern pabrik-pabriknya mengungkapkan bahwa telah diketahui bahwa dioxin, 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-para-dioxin (TCDD), diproduksi sebagai produk sampingan dari pembuatan 2,4,5-T, dan karena itu terdapat dalam herbisida manapun yang menggunakannya. Program Toksikologi Nasional telah menggolongkan TCDD sebagai zat karsinogen (penyebab kanker) bagi manusia, yang seringkali dihubungkan dengan sarkoma jaringan lunak, limfoma non-Hodgkin, penyakit Hodgkin dan leukemia limfositis kronis (LLK). Sejak itu 2,4,5-T telah dilarang dipergunakan di AS maupun di banyak negara lainnya.


Pada September 2000, Perhimpunan Veteran Amerika Serikat mengakui bahwa Agen Oranye dipergunakan di Korea pada akhir 1960-an.Tentara Republik Korea dilaporkan telah menyemprotkannya, dan hal ini terjadi sepanjang garis bebas militer (DMZ) dengan Korea Utara. Departemen Urusan Veteran juga telah mengakui bahwa Agen Oranye dipergunakan di dalam negeri oleh pasukan-pasukan AS, maupun di Kanada pada masa yang sama.
Sumber  :  http://forum.viva.co.id/sejarah/1174328-agen-orange-operasi-senjata-rahasia-di-vietnam.html

Cardiff City Vs.Manchester City Uji Kelayakan

Minggu, 25 Agustus 2013
Posted by Asep Muharam
 
AFP PHOTO / ANDREW YATES
Gelandang Manchester City, David Silva (kiri) dan striker Edin Dzeko (kanan), merayakan gol yang dicetak ke gawang Newcastle United dalam laga Premier League di Stadion Etihad, Senin atau Selasa (20/8/2013) dini hari WIB.
Impian besar dimiliki Cardiff City yang akan menjamu Manchester City di Stadion Cardiff City, Minggu (25/8/2013). Ini akan menjadi laga perdana kedua tim di kompetisi teratas Inggris sejak terakhir kali bertemu 51 tahun silam.

Kala itu, The Bluebirds dan The Citizens bisa dibilang memiliki kualitas yang hampir sama. City pun tak bisa menang dalam tiga laga terakhir melawan Cardiff pada pertengahan abad lalu.

Namun, kini nasib keduanya berbanding terbalik. Cardiff adalah klub yang baru saja promosi ke Premier League. Sementara City sudah menjadi klub mapan kompetisi di Inggris dalam beberapa musim belakangan.

"Manchester City memiliki para pemain hebat. Dengan segala hormat, kami berharap bisa mengejutkan mereka di depan puluhan ribu pendukung kami," tegas Manajer Cardiff, Malky Mackay.

Cardiff pun sudah siap bertarung di Premier League. Belanja pemain yang mencapai 28 juta pounds atau sekitar Rp 478 miliar sudah menjelaskan target besar The Bluebirds musim ini.

Sang tuan rumah harus bisa membuktikan kesiapan tersebut. City merupakan lawan yang tepat untuk melihat sejauh mana kualitas Cardiff untuk bertahan di Premier League. Jangan sampai Cardiff kembali tersungkur seperti saat takluk dari West Ham United pada pekan pertama. Jika hal itu terjadi, Cardiff bisa bernasib seperti Queens Park Rangers musim lalu, doyan belanja tetapi hasil nol besar.

Siaran langsung
SCTV, Minggu (25/8/2013) pukul 21.30 WIB

Prakiraan susunan pemain
Cardiff City (4-2-3-1) : David Marshall; Matt Connolly, Steven Caulker, Ian Turner, Andrew Taylor; Aron Gunnarsson, Gary Medel; Craig Bellamy, Kim Bo-kyun, Peter Whittingham; Fraize Campbell
Manajer: Malky Mackay

Manchester City (4-4-1-1): Joe Hart; Pablo Zabaleta, Javi Garcia, Joleon Lescott, Gael Clichy; Yaya Toure, Fernandinho; Jesus Navas, Sergio Aguero; David Silva; Edin Dzeko
Manajer: Manuel Pellegrini

Kemungkinan absen
Cardiff: Andreas Cornelius (meragukan)
Man City: Vincent Kompany, Stevan Jovetic, Matija Nastasic, Micah Richards (cedera)

Lima pertemuan terakhir kedua tim
24/2/1962 - Cardiff 0-0 Man City (Premier League)
7/10/1961 - Man City 1-2 Cardiff (Premier League)
4/2/1961 - Cardiff 3-3 Man City (Premier League)
17/9/1960 - Man City 4-2 Cardiff (Premier League)
16/3/1957 - Man City 4-1 Cardiff (Premier League)

Sumber  :  http://bola.kompas.com/read/2013/08/25/1833512/Cardiff.Vs.Man.City.Uji.Kelayakan

Sejarah Siliwangi Dan Kian Santang

Sabtu, 24 Agustus 2013
Posted by Asep Muharam
Dalam khazanah kebudayaan masyarakat tatar Sunda, maung atau harimau merupakan simbol yang tidak asing lagi. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebudayaan dan eksistensi masyarakat Sunda dikorelasikan dengan simbol maung, baik simbol verbal maupun non-verbal seperti nama daerah (Cimacan), simbol Komando Daerah Militer (Kodam) Siliwangi, hingga julukan bagi klub sepak bola kebanggaan warga kota Bandung (Persib) yang sering dijuluki Maung Bandung. Lantas, bagaimana asal-muasal melekatnya simbol maung pada masyarakat Sunda? Apa makna sesungguhnya dari simbol hewan karnivora tersebut?
Maung dan Legenda Siliwangi
Dunia keilmuan Antropologi mengenal teori sistem simbol yang diintrodusir oleh Clifford Geertz, seorang Antropolog Amerika. Dalam bukunya yang berjudul Tafsir Kebudayaan (1992), Geertz menguraikan makna dibalik sistem simbol yang ada pada suatu kebudayaan. Antropolog yang terkenal di tanah air melalui karyanya “Religion of Java” itu menyatakan bahwa sistem simbol merefleksikan kebudayaan tertentu. Jadi, bila ingin menginterpretasi sebuah kebudayaan maka dapat dilakukan dengan menafsirkan sistem simbolnya.
Sistem simbol sendiri merupakan salah satu dari tiga unsur pembentuk kebudayaan. Kedua unsur lainnya adalah sistem nilai dan sistem pengetahuan. Menurut Geertz, relasi dari ketiga sistem tersebut adalah sistem makna (System of Meaning) yang berfungsi menginterpretasikan simbol dan, pada akhirnya, dapat menangkap sistem nilai dan pengetahuan dalam suatu kebudayaan.
Simbol maung dalam masyarakat Sunda terkait erat dengan legenda menghilangnya (nga-hyang)Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan Prabu Siliwangi. Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang. Berdasarkan kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Sunda, sebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, beliau meninggalkan pesan atau wangsit yang dikemudian hari dikenal sebagai “wangsit siliwangi”.
Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda adalah: “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung[1]. Ada hal menarik berkaitan dengan kata-kata dalam wangsit tersebut: kata-kata itu termasuk kategori bahasa sunda yang kasar bila merujuk pada strata bahasa yang digunakan oleh masyarakat Sunda Priangan (Undak Usuk Basa). Mengapa seorang raja berucap dalam bahasa yang tergolong “kasar”? Bukti sejarah menunjukkan bahwa kemunculan undak usuk basa dalam masyarakat Sunda terjadi karena adanya hegemoni budaya dan politik Mataram yang memang kental nuansa feodal, dan itu baru terjadi pada abad 17—beberapa sekian abad pasca Prabu Siliwangi tiada atau nga-hyang. Namun tinjauan historis tersebut bukanlah bertujuan melegitimasi wangsit itu sebagai kenyataan sejarah. Bagaimanapun, masih banyak kalangan yang mempertanyakan validitas dari wangsit itu sebagai fakta sejarah, termasuk penulis sendiri.
Wangsit, yang bagi sebagian masyarakat Sunda itu sarat dengan filosofi kehidupan, menjadi semacam keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah bermetamorfosa menjadi maung (harimau) setelahtapadrawa (bertapa hingga akhir hidup) di hutan belantara. Yang menjadi pertanyaan besar: apakah memang pernyataan atau wangsit Siliwangi itu bermakna sebenarnya ataukah hanya kiasan? Realitasnya, hingga kini masih banyak masyarakat Sunda (bahkan juga yang non-Sunda) meyakini metamorfosa Prabu Siliwangi menjadi harimau. Selain itu, wangsit tersebut juga menjadi pedoman hidup bagi sebagian orang Sunda yang menganggap sifat-sifat maung seperti pemberani dan tegas, namun sangat menyayangi keluarga sebagai lelaku yang harus dijalani dalam kehidupan nyata.
Dari sini kita melihat terungkapnya sistem nilai dari simbol maung dalam masyarakat Sunda. Ternyata maung yang memiliki sifat-sifat seperti yang telah disebutkan sebelumnya menyimpan suatu tata nilai yang terdapat pada kebudayaan masyarakat Sunda, khususnya yang berkaitan dengan aspek perilaku (behaviour).
Kisah lain yang berkaitan dengan menjelmanya Prabu Siliwangi menjadi harimau adalah legenda hutan Sancang atau leuweung Sancang di Kabupaten Garut. Konon di hutan inilah Prabu Siliwangi beserta para loyalisnya menjelma menjadi harimau atau maung. Proses penjelmaannya pun terdapat dalam beragam versi. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada yang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menjelma menjadi maung setelah menjalani tapadrawa. Tetapi ada pula sebagian masyarakat Sunda yang berkeyakinan bila Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi harimau karena keteguhan pendirian mereka untuk tidak memeluk agama Islam. Menurut kisah tersebut, Prabu Siliwangi menolak bujukan putranya yang telah menjadi Muslim, Kian Santang, untuk turut memeluk agama Islam. Keteguhan sikap itu yang mendorong penjelmaan Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi maung. Akhirnya, Prabu Siliwangi pun berubah menjadi harimau putih, sedangkan para pengikutnya menjelma menjadi harimau loreng.
Hingga kini kisah harimau putih sebagai penjelmaan Siliwangi itu masih dipercayai kebenarannya oleh masyarakat di sekitar hutan Sancang. Bahkan, kisah ini menjadi semacam kearifan lokal (local wisdom). Menurut masyarakat di sekitar hutan, bila ada pengunjung hutan  yang berperilaku buruk dan merusak kondisi ekologis hutan, maka ia akan “berhadapan” dengan harimau putih yang tak lain adalah Prabu Siliwangi. Tidak masuk akal memang, namun di sisi lain, hal demikian dapat dipandang sebagai sistem pengetahuan masyarakat yang berhubungan dengan ekologi. Masyarakat leuweung Sancang telah menyadari arti pentingnya keseimbangan ekosistem kehutanan, sehingga diperlukan instrumen pengendali perilaku manusia yang seringkali berhasrat merusak alam. Dan mitos harimau putih jelmaan Siliwangi lah yang menjadi instrumen kontrol sosial tersebut.
Namun, serangkaian kisah yang mendeskripsikan korelasi antara Prabu Siliwangi dengan mitos maung itu tetap saja menyisakan pertanyaan besar, apakah itu semua merupakan fakta sejarah? Siapa Prabu Siliwangi sebenarnya dan darimanakah mitos maung itu muncul pertama kali?
Kekeliruan Tafsir
Bila kita telusuri secara mendalam, niscaya tidak akan ditemukan bukti sejarah yang menghubungkan Prabu Siliwangi atau Kerajaan Pajajaran dengan simbol harimau. Adapun yang mengatakan bahwa harimau pernah menjadi simbol Pajajaran adalah salah satu tokoh Sunda sekaligus orang dekat Otto Iskandardinata (Pahlawan Nasional), Dadang Ibnu. Tetapi, lagi-lagi, tidak ada bukti sejarah Sunda yang dapat memperkuat hipotesa ini, baik itu Carita Parahyangan, Siksakanda Karesian, ataupun Wangsakerta. Bahkan mengenai lambang Kerajaan Pajajaran pun masih debatable, dikarenakan ada beragam versi lain yang mengemuka menyangkut lambang Pajajaran.[2]
Problem lain yang muncul berkaitan dengan kebenaran sejarah “maung Siliwangi” tersebut ialah rentang waktu yang cukup jauh antara masa ketika Prabu Siliwangi hidup dan memerintah dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran yang dalam mitos maung berakhir dengan penjelmaan Siliwangi dan para pengikut Pajajaran menjadi harimau di hutan Sancang. Penting untuk diketahui bahwa secara etimologis, Siliwangi, yang terdiri dari dua suku kata yaitu Silih (pengganti) dan Wangi, bermakna sebagai pengganti Prabu Wangi. Menurut para pujangga Sunda di masa lampau, Prabu Wangi merupakan julukan bagi Prabu Niskala Wastukancana yang berkuasa di Kerajaan Sunda-Galuh (ketika itu belum bernama Pajajaran) pada tahun 1371-1475. Lalu, nama Siliwangi yang berarti pengganti Prabu Wangi merupakan julukan bagi Prabu Jayadewata, cucu Prabu Wastukancana. Prabu Jayadewata yang berkuasa pada periode 1482-1521 dianggap mewarisi kebesaran Wastukancana oleh karena berhasil mempersatukan kembali Sunda-Galuh dalam satu naungan kerajaan Pajajaran.[3] Sebelum Prabu Jayadewata berkuasa, Kerajaan Sunda-Galuh sempat terpecah. Putra Wastukancana (sekaligus ayah Prabu Jayadewata), Prabu Dewa Niskala, hanya menjadi penguasa kerajaan Galuh.
Dipersatukannya kembali Sunda dan Galuh oleh Jayadewata, membuat beliau dipandang mewarisi kebesaran kakeknya, Prabu Wastukancana alias Prabu Wangi. Maka, para sastrawan atau pujangga Sunda ketika itu memberikan gelar Siliwangi bagi Prabu Jayadewata. Siliwangi memiliki arti pengganti atau pewaris Prabu Wangi. Jadi, raja Sunda Pajajaran yang dimaksud dalam sejarah sebagai Prabu Siliwangi adalah Prabu Jayadewata yang berkuasa dari tahun 1482-1521.
Lalu kapan sebenarnya Kerajaan Pajajaran runtuh? Apakah pada masa Prabu Jayadewata atau Siliwangi? Ternyata, sejarah mencatat ada lima raja lagi yang memerintah sepeninggal Prabu Jayadewata.[4] Berikut ini periodisasi penerintahan raja-raja Pajajaran pasca wafatnya Jayadewata alias Siliwangi :
1.)   Prabu Surawisesa (1521-1535)
2.)   Prabu Ratu Dewata (1535-1543)
3.)   Ratu Sakti (1543-1551)
4.)   Prabu Nilakendra (1551-1567)
5.)   Prabu Raga Mulya (1567-1579)
Pada masa pemerintahan Raga Mulya lah, tepatnya tahun 1579, Kerajaan Pajajaran mengalami kehancuran akibat serangan pasukan Kesultanan Banten yang dipimpin Maulana Yusuf.[5] Peristiwa tersebut tercatat dalam Pustaka Rajyarajya Bhumi Nusantara parwa III sarga I halaman 219, sebagai berikut :
Pajajaran sirna ing bhumi ing ekadaci cuklapaksa Wesakhamasa saharsa punjul siki ikang cakakala.
Artinya :
Pajajaran lenyap dari muka bumi tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka atau tanggal 8 Mei 1579 M.
Kemudian bagaimana nasib Prabu Mulya? Sumber yang sama menyatakan bahwa Prabu Raga Mulya beserta para pengikutnya yang setia tewas dalam pertempuran mempertahankan ibukota Pajajaran yang ketika itu telah berpindah ke Pulasari, kawasan Pandeglang sekarang. Fakta sejarah tersebut menunjukkan bahwa keruntuhan kerajaan Pajajaran terjadi pada tahun 1579 atau 58 tahun setelah Prabu Siliwangi wafat. Berarti Prabu Siliwangi tidak pernah mengalami keruntuhan Kerajaan yang telah dipersatukannya. Raja yang mengalami kehancuran Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Raga Mulya yang merupakan keturunan kelima Prabu Siliwangi atau janggawareng[6] nya Prabu Siliwangi. Sementara Prabu Raga Mulya sendiri gugur dalam perang mempertahankan kedaulatan negerinya dari agresi Banten. Jadi, raja Pajajaran terakhir ini memang nga-hyang, namun bukan menjadi maung sebagaimana diyakini masyarakat Sunda selama ini melainkan gugur di medan tempur. Dari serangkaian bukti sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa mitos penjelmaan Prabu Siliwangi dan sisa-sisa prajurit Pajajaran menjadi harimau hanya sekedar mitos dan bukan fakta sejarah.
Bila bukan fakta sejarah, darimana sebenarnya mitos maung yang selalu melekat pada kisah Siliwangi dan Pajajaran itu berasal? Pertanyaan ini dapat menemukan titik terang bila meninjau laporan ekspedisi seorang peneliti Belanda, Scipio, kepada Gubernur Jenderal VOC, Joanes Camphuijs, mengenai jejak sejarah istana Kerajaan Pajajaran di kawasan Pakuan (daerah Batutulis Bogor sekarang). Laporan penelitian yang ditulis pada tanggal 23 Desember 1687 tersebut berbunyi“dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort”, yang artinya: bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja “Jawa” Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau. Bahkan kabarnya salah satu anggota tim ekspedisi Scipio pun menjadi korban terkaman harimau ketika sedang melakukan tugasnya.
Temuan lapangan ekspedisi Scipio itu mengindikasikan bahwa kawasan Pakuan yang ratusan tahun sebelumnya merupakan pusat kerajaan Pajajaran telah berubah menjadi sarang harimau. Hal inilah yang menimbulkan mitos-mitos bernuansa mistis di kalangan penduduk sekitar Pakuan mengenai hubungan antara keberadaan harimau dan hilangnya Kerajaan PajajaranBerbasiskan pada laporan Scipio ini, dapat disimpulkan bila mitos maung lahir karena adanya kekeliruan sebagian masyarakat dalam menafsirkan realitas.
Sesungguhnya, keberadaan harimau di pusat Kerajaan Pajajaran bukanlah hal yang aneh, mengingat kawasan tersebut sudah tidak berpenghuni pasca ditinggalkan sebagian besar penduduknya di penghujung masa kekuasaan Prabu Nilakendra—ratusan tahun sebelum tim Scipio melakukan ekspedisi penelitian.[7] Sepeninggal para penduduk dan petinggi kerajaan, wilayah Pakuan berangsur-angsur menjadi hutan. Bukanlah suatu hal yang aneh bila akhirnya banyak harimau bercokol di kawasan yang telah berubah rupa menjadi leuweung tersebut.
Kesimpulan
Mitos maung yang dilekatkan pada sejarah Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran pun sudah terpatahkan oleh serangkaian bukti dan catatan sejarah yang telah penulis uraikan. Memang sebagai sebuah sistem simbol, maung telah melekat pada kebudayaan masyarakat Sunda. Simbol dan mitosmaung juga menyimpan filosofi serta berfungsi sebagai sistem pengetahuan masyarakat berkaitan dengan lingkungan alam. Hal demikian tentu harus kita apresiasi sebagai sebuah kearifan lokal masyarakat Sunda.
Namun sebagai sebuah fakta sejarah, identifikasi maung sebagai jelmaan Prabu Siliwangi dan pengikutnya merupakan kekeliruan dalam menafsirkan sejarah. Hal inilah yang perlu diluruskan agar generasi berikutnya, khususnya generasi baru etnis Sunda, tidak memiliki persepsi yang keliru dengan menganggap mitos maung Siliwangi sebagai realitas sejarah.
Kekeliruan mitos maung hanya salah satu dari sekian banyak ”pembengkokkan” sejarah di negeri ini yang perlu diluruskan. Hendaknya kita jangan takut menerima realitas sejarah yang mungkin berlawanan dengan keyakinan kita selama ini, karena sebuah bangsa yang tidak takut melihat kebenaran masa lalu dan berani memperbaikinya demi melangkah menuju masa depan akan menjelma menjadi bangsa yang memiliki kepribadian tangguh. Terima kasih.
Sampurasun..
HISKI DARMAYANA, Kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sumedang dan Alumni Antropologi FISIP Universitas Padjadjaran.


[1] Kisah mengenai wangsit ini telah menjadi semacam kisah yang sifatnya “tutur tinular” dari generasi ke generasi dalam masyarakat Sunda. Sehingga sulit dilacak dari mana sebenarnya cerita mengenai wangsit ini bermula.
[2] Sebagian kalangan berkeyakinan lambang Pajajaran adalah burung gagak (kini menjadi lambang salah satu perguruan silat di Jawa Barat, Tajimalela). Sementara ada pula yang berpendapat bahwa gajah adalah simbol Pajajaran yang sebenarnya.
[3] Nama Siliwangi sudah muncul di Kropak 630, semacam karya sastra Sunda berjenis pantun pada masa Prabu Jayadewata berkuasa. Seperti halnya nama Prabu Wangi, Siliwangi juga diciptakan oleh para pujangga Sunda sebagai julukan atau gelar bagi Prabu Jayadewata. Selain Siliwangi, Prabu Jayadewata juga mendapat gelar lain, yakni Sri Baduga Maharaja.
[4] Terdapat dalam  naskah Carita Parahyangan. Naskah ini mendokumentasikan kehidupan Kerajaan Sunda-Galuh hingga Pajajaran dari berbagai aspek, seperti politik dan ekonomi.
[5] Maulana Yusuf tiada lain adalah keturunan Prabu Siliwangi dengan Nyi Subanglarang.
[6] Janggawareng merupakan istilah  bagi keturunan kelima dalam sistem kekerabatan Sunda.
[7] Hal ini diceritakan dalam naskah Carita Parahyangan. Migrasi besar-besaran tersebut dilakukan untuk menghindari serangan Pasukan Banten yang sangat gencar. Sementara strategi pertahanan Prabu Nilakendra amat lemah  dan tidak mampu membendung agresi Banten.

 Sejarah Kian San Tang
tulisan oleh: Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2005
Kian Santang adalah tokoh tasawuf dari tanah pasundan yang ceritanya melegenda khususnya di hati masarakat pasundan dan kaum tasawuf ditanah air pada umumnya. Tokoh kian-santang ini pertama kali berhembus dan dikisahkan oleh raden CAKRABUANA atau pangeran walangsungsang ketika menyebarkan islam di tanah cirebon dan pasundan. Pangeran cakrabuana adalah anak dari prabu sili-wangi atau jaya dewata raja pajajaran, yang dilahirkan dari permaisuri ketiga yang bernama nyi subang larang, subang-larang sendiri murid dari mubaliq kondang yaitu syeh maulana-hasanudin atau terkenal dengan syeh kuro krawang.
Mulanya yaitu, ketika raden walangsungsang memilih untuk pergi meninggalkan galuh pakuan atau pajajaran, yang di sibebabkan oleh keberbedaan haluan dengan keyakinan ayahnya yang memeluk agama “shangyang”, pada waktu itu. diriwayatkan beliau berkelana mensyi’arkan islam bersama adiknya yaitu rara santang (ibu dari syarif hidayatullah atau “sunan gunung jati”) dengan membuka perkampungan di pesisir utara yang menjadi cikal-bakal kerajaan caruban atau kasunanan cirebon yang sekarang adalah “kota madya cirebon”.
Legenda kian-santang sendiri diambil dari sebuah kisah nyata, dari tanah pasundan tempo dulu yang ceritanya pada waktu itu tersimpan rapi berbentuk buku di perpustakaan kerajaan pajajaran. Karena pajajaran adalah hasil penyatuan dua kerajaan antara galuh dan kerajaan sunda pura yang dimana kerajaan galuh dan sundapura adalah dua kerajaan pecahan dari taruma negara, yang di masa prabu PURNA-WARMAN yaitu raja ketiga dari kerajaan taruma negara yang di pecah menjadi dua yaitu tarumanegara yang berganti sundapura dan ibukota lama menjadi galuh pakuan. Dan jaya dewata menyatukan kembali dua pecahan kerajaan taruma negara menjadi pajajaran.
Di mana di kisahkan pada waktu itu yaitu abad ke 4m atau tahun 450 pernah terdapat putra mahkota yang sakti mandraguna bernama GAGAK LUMAYUNG yang dalam ceritanya “di tataran suda dan sekitarnya ,tak ada yang mampu mengalahkan ilmu kesaktiannya. hingga suatu saat datang pasukan dari dinasti TANG yang hendak menaklukkan kerajaan tarumanegara. namun berkat gagak lumayung, pasukan TANG dapat di halau dan tunggang-langgang meninggalkan taruma negara.
Semenjak itu raden gagak lumayung di beri sebutan ”KI AN SAN TANG” atau ”penakluk pasukan tang” Di ceritakan sang kiansantang ini karena saking saktinya hingga dia rindu kepingin melihat darahnya sendiri. Hingga sampailah di suatu ketika sa’at dia mendapat wangsit di tapabratanya bahwah di tanah arab terdapat orang sakti mandraguna.  Konon: dengan ajian napak sancangnya raden kian santang mampu mengarungi lautan dengan berkuda saja. “Di mana dalam ceritanya ketika sampai di pesisir beliau bertemu seorang kakek ,dan padanya dia minta untuk di tunjukan di mana orang sakti yang kian santang maksud tersebut”.  Dan dengan senang hati si-kakek tersebut menyanggupinya dan sementara dia mengajak beliau “kiansantang” untuk mampir dulu ke rumahnya.
Al-kisah setelah sampai di rumahnya tongkat dari sang kakek tersebut tertinggal di pesisir dan minta kian santang untuk mengambilkanya ,konon dikisahkan si-kian santang tak mampu mencabutnya sampai tanganya berdarah-darah ,disitulah kian santang baru sadar kalau kakek itu adalah orang yang di carinya.  Dan akhirnya dengan membaca kalimah syahadat yang di ajarkan sang kakek tadi “yang akhirnya menjadi guru spiritualnya” tongkat tersebut dapat di cabut .
Cerita tersebut membumi sekali sampai saat sekarang. Dan yang aneh, kebanyakan orang menduga kalau kian santang itu adalah raden walang sungsang. Padahal banyak sekali cerita yang sepadan dengan kisah raden walang sungsang tersebut. Yang sesungguhnya dialah yang mengisahkan justru dialah yang di kira pelaku (raden walang sungsang atau pangeran cakrabuana) sebagai tokoh yang diceritakan itu. Tujuannya adalah hanya sebagai media dakwah dan penyebaran islam di bumi cirbon dan sekitarnya. Sehingga sampai sekarang banyak kalangan yang menyangka raden walangsungsang adalah kian santang bahkan ada yang menafikan kian santang adalah adik cakrabuana dan kakak dari rara santang.
Raden walangsungsang mengambil cerita ini dari perpustakaan kerajaan pajajaran dengan pertimbangan karena kisah itu mirip dengan kisahnya, Yang di mana kian santang setelah pulang dari arab dia ingin meng-islamkan ayahnya prabu purnawarman namun di tolaknya dan kian santang memilih meninggalkan istana dan tahtanya di berikan adiknya yaitu darmayawarman. Begitu pula raden walang sungsang yang pernah merantau ke arab dan meningkahkan adiknya rara santang yang di ambil istri oleh putra kerajaan mesir waktu itu dan pernikahan berlangsum di mesir yang dari perkawinan inilah nanti akan lahirlah raden syarif hidayatullah atau sunan gunung jati.
Keinginan Walangsungsang untuk meng-islamkan prabu siliwangi ditolak mentah-mentah dan ayahnya tidak ingin bertarung dengan anaknya maka dia memilih mensucikan diri atau bertapa, konon beliau menjelma macan putih. Pengambilan kisah penokohan dalam sebuah ceritra seperti ini sebenarnya pernah pula terjadi pada era sebelum raden walang sungsang yang tepatnya dilakukan oleh raja jaya-baya (raja islam pertama di tanah jawa) dari kerajaan panjalu atau kediri, di mana suaktu masih di pegang raja airlangga kerajaan tersebut bernama kerajaan KAHURIPAN dan karena kedua anaknya semua meminta tahta maka kahuripan di bagi dua yaitu panjalu dan jenggala. Sepanjang perkembangan dua kerajaan tersebut selalu bermusuhan dan pada masa kerajaan panjalu dirajai oleh jaya baya, panjalu mampu menaklukkan jenggala dan di satukan lagi antara jenggala dan panjalu.
Pada waktu panjalu menaklukkan jenggala rajanya jaya-baya meminta empu sedha dan empu panuluh untuk mengutip naskah dari india yang judulnya maha barata. namun di ferifikasi dengan gaya jawa. Sebagai perlambang atas kemenangan perang saudara panjalu atas jenggala. Yang akhirnya kitab tersebut di beri judul barata-yuda. Dan dalam kisah klasik jawa ini banyak kalangan masarakat yang mengira bahwa jaya baya adalah kelanjutan dari trah barata yaitu cicit dari parikesit putra abimanyu.
Juga kisah lainnya yang serupa pernah pula hadir kemasarakat yang tujuannya waktu itu sebagai media dakwah untuk melindungi rongrongan ajaran syariat terhadap kaum sufi.maka ketika bergerak menyebarkan islam WALI SONGO menurt banyak kalangan membuat cerita al-halaq fersi indonesia yaitu syeh siti jenar. Yang menurut Doktor Simon dari UGM Yogja berdasarkan temuannya karya-karya besar berupa naskah suluk dari sunan kali jaga dan lain sebagainya. Dapat di pastikan tokoh siti jenar adalah imajener hanya untuk media dakwah dan melindungi islam agar tetap pada ajaran ahlusunah wa jamaah.
Dan sampai saat ini pendapat itu masih simpang siur dan menjadi perdebatan dan polemik panjang oleh para ahli sejarah di tanah air. 

Sumber  :  http://sejarahsiliwangidankiansantang.blogspot.com/
 Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga.

Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan, nama Bandung diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan Bupati Bandung, RA Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.

Kota Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan pemu****n sejak pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, melalui Gubernur Jenderalnya waktu itu Herman Willem Daendels,
mengeluarkan surat keputusan pada 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota Bandung.


Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal JB van Heutsz pada 1 April 1906, dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha dan bertambah menjadi 8.000 ha pada 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.

Pada masa perang kemerdekaan, 24 Maret 1946, sebagian kota ini di bakar para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke daerah lain.

Pada 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama Concordia (Jl. Asia Afrika, sekarang), berseberangan dengan Hotel Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika. Kemudian KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24 April 2005.
Sumber  :  http://forum.viva.co.id/sejarah/

Menara Eiffel
dari bambu di Tasikmalaya ini dibuat untuk menghormati penobatan Ratu Wilhelmina pada tahun 1898 dan dirancang dan dilaksanakan oleh pengawas Air AH van Bebber.

Tahukah anda bahwa pada Tahun 1898 didirikan replika menara Eifel di Tasikmalaya, buktinya foto ini. Menara Eiffel dari bambu Tasikmalaya dibuat untuk menghormati penobatan Ratu Wilhelmina pada tahun 1898 dan dirancang dan dilaksanakan oleh pengawas Air AH van Bebber.

Anda juga tentu tahu menara Eiffel di Perancis yang dibuat Gustave Eiffel t ahun 1889 terbuat dari konstruksi besi dan tingginya 320 meter? Menara yg terkenal itu sampai sekarang menjadi inspirasi bagi orang-orang untuk menirunya, baik dalam bentuk model, miniatur, suvenir, dan bahkan replika-nya. Replika di Tianducheng Shanghai Cina tingginya 108 meter.

Tasikmalaya mungkin merupakan kota pertama di dunia yang membuat replika-nya dari bahan non-metal kira-kira 2 tahun setelah berdirinya menara Eiffel asli. Dari foto tersebut dan melihat perbandingan tinggi manusia dan menara, kemungkinan tingginya sekitar 40-50 meter. Letak pembangunannya tidak jelas, mungkin di alun-alun depan pendopo. Replika menara Eiffel bambu Tasikmalaya jauh lebih tinggi dari replika menara Eiffel bambu yg dibuat di Erasmusburg Rotterdam Negeri Belanda April 2008 yang tingginya hanya 15 meter.

Kota Tasikmalaya memiliki segudang potensi pariwisata, di antaranya adalah wisata alam, kerajinan, wisata belanja, wisata religi, seni, budaya, UKM, dll. Dalam potensi U KM dan kerajinan masyarakat, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya memiliki jumlah UKM terbesar setelah Bandung Raya (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat) di Jawa Barat.

Selain itu, kota ini juga memiliki kerajinan beraneka bentuk dan rupa yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Dengan banyaknya UKM yang tersebar di kota ini, Kota Tasikmalaya disebut juga sebagai Kota UKM. Kerajinan khas Tasikmalaya antara lain adalah Bordir Tasikmalaya yang telah mendunia, Payung Geulis yang telah menjadi ikon Jawa Barat, Kelom Geulis, sandal tradisional asli buatan bangsa Indonesia, batik Tasikmalaya yang tidak kalah dari batik-batik lainnya di Pulau Jawa dengan ciri khasnya, dan kerajinan"kerajinan lainnya.

Kota ini memiliki panorama alam seperti Situ Gede, Gunung Galunggung, Cipatujah, dan objek wisata lainnya ditata menjadi objek wisata alam yang menawan, sehingga sangat potensial dijadikan sebagai kota tujuan wisata di Indonesia.

Kota Tasikmalaya berada persis di tengah-tengah jantung bumi Priangan Timur dan Selatan, diapit oleh Ciamis dengan objek wisata Pangandaran-nya yang telah melegenda, Sumedang dengan objek wisata museum yang menyimpan sejarah perkembangan bumi priangan, dan Garut dengan objek wisata Cipanas-nya yang tersohor.

Sumber  :  http://forum.viva.co.id/sejarah/1161012-menara-eifel-dibangun-di-tasikmalaya-tahun-1898-a.html


Ikan Mujair adalah sejenis ikan air tawar yang biasa dikonsumsi. Penyebaran alami ikan ini adalah perairan Afrika dan di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Pak Mujair di muara Sungai Serang pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Meski masih menjadi misteri, bagaimana ikan itu bisa sampai ke muara terpencil di selatan Blitar, tak urung ikan tersebut dinamai ‘mujair’ untuk mengenang sang penemu.


Nama ilmiahnya adalah Oreochromis mossambicus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Mozambique tilapia, atau kadang-kadang secara tidak tepat disebut "Java tilapia".

Ikan berukuran sedang, panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah sekitar 40 cm. Bentuk badannya pipih dengan warna hitam, keabu-abuan, kecoklatan atau kuning.


Sirip punggungnya (dorsal) memiliki 15-17 duri (tajam) dan 10-13 jari-jari (duri berujung lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 9-12 jari-jari.

Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam (salinitas), sehingga dapat hidup di air payau. Jenis ikan ini memiliki kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi setelah dewasa kecepatannya ini akan menurun.

Mujair juga sangat peridi. Ikan ini mulai berbiak pada umur sekitar 3 bulan, dan setelah itu dapat berbiak setiap 1½ bulan sekali. Setiap kalinya, puluhan butir telur yang telah dibuahi akan ‘dierami’ dalam mulut induk betina, yang memerlukan waktu sekitar seminggu hingga menetas. Hingga beberapa hari setelahnya pun mulut ini tetap menjadi tempat perlindungan anak-anak ikan yang masih kecil, sampai anak-anak ini disapih induknya.

Dengan demikian dalam waktu beberapa bulan saja, populasi ikan ini dapat meningkat sangat pesat. Apalagi mujair cukup mudah beradaptasi dengan aneka lingkungan perairan dan kondisi ketersediaan makanan.

Tidak mengherankan apabila ikan ini dianggap invasif dan menimbulkan berbagai masalah baru di perairan yang didatanginya, seperti halnya di Singapura, dan di California Selatan, Amerika Serikat. Tidak luput pula adalah berbagai waduk dan danau-danau di Indonesia yang 'ditanami' ikan ini, seperti misalnya Danau Lindu di Sulawesi Tengah.
Sumber  :  http://forum.viva.co.id/sejarah/766242-sejarah-ikan-mujair-masih-menjadi-misteri.html

Di jaman keemasan kerajaan Majapahit pada abad keempatbelas masa Prabu Hayam Wuruk terdapat dua tokoh militer jenius yakni Mahapatih Gajahmada dan Laksamana Mpu Nala. Laksamana Mpu Nala sebagai Panglima Angkatan Laut Majapahit menempatkan gugus kapal perang berjumlah beberapa puluh untuk menjaga lima titik penting perairan Nusantara.

Armada gugus pertama bertugas di sebelah barat pulau Sumatera sebagai gugus kapal perang penjaga samudera Hindia di bawah pimpinan Laksamana yang berasal dari Jawa Tengah.

Armada gugus kedua kapal perang penjaga Laut Kidul atau sebelah selatan Pulau Jawa di bawah pimpinan seorang Laksamana putra Bali.

Armada gugus ketiga bertugas menjaga perairan selat Makasar dan wilayah Ternate, Tidore, dan Halmahera di bawah pimpinan seorang Laksamana putra Makasar.


Bendera Angkatan Laut Majapahit

Armada gugus keempat menjaga Selat Malaka dan Kepulauan Natuna di bawah pimpinan seorang Laksamana dari Jawa Barat/Sunda.

Terakhir Armada gugus kelima menjaga Laut Jawa hingga ke arah timur sampai kepulauan rempah-rempah Maluku, armada Jawa ini mengibarkan bendera Majapahit di tambah lagi bendera emas simbol istana Majapahit biasanya dipimpin oleh seorang Laksamana berasal dari Jawa Timur.

Setiap armada gugus kapal perang terdapat kapal bendera tempat kedudukan pimpinan komando tertinggi bagi semua kapal penyerang, kapal perbekalan, dan pelindung kapal bendera itu sendiri. Dari kelima armada Majapahit itu beban berat ialah menjaga perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang penuh perompak yang berpangkalan di sekitar wilayah Campa, Vietnam, dan Tiongkok.

Armada keempat yang menjaga Selat Malaka itu biasanya dibantu oleh armada pertama penjaga Samudera Hindia jika perompak melarikan diri ke barat laut menyusuri Selat Malaka. Begitu pula Armada Laut Selatan biasanya membantu Armada Jawa dalam menjaga keamanan kapal-kapal dagang pembawa rempah-rempah yang melalui Selat Sunda yang lebih aman menuju India dan Timur Tengah. Tugas lain armada Laut Kidul adalah menjaga Selat Bali dan perairan selatan Nusa Tenggara, bahkan di sebelah selatan Pulau Bali terdapat galangan kapal-kapal Majapahit yang cukup besar.


Pataka Angkatan Laut (Naval Trident)

Armada Ketiga bertugas menjaga kapal penyusup dari wilayah Mindanao Filipina sekaligus menjaga kepulauan rempah-rempah Maluku jika kekuatan Armada Jawa sedang dipusatkan di perairan Jawa untuk mengawal sang Prabu Hayam Wuruk beranjangsana ke wilayah pesisir timur Pulau Jawa. Armada Jawa merupakan kekuatan terbesar Armada gugus kapal perang Majapahit karena tugasnya paling berat menjaga pusat kerajaan istana Majapahit sekaligus menguasai jalur laut menuju kepulauan rempah-rempah Maluku yang dkuasai langsung oleh pemerintah pusat Majapahit.

Setiap kapal perang Majapahit bersenjatakan merian Jawa yang disebut cetbang Majapahit. Pandai besi yang mengecor meriam tersebut berada di Blambangan. Cetbang Majapahit adalah karya penemuan Mahapatih Gajahmada yang konon pernah diasuh oleh tentara Mongol atau Tartar yang menyerang kerajaan Singosari dengan kekuatan seribu kapal.

Semua jenis kapal perang Majapahit mulai dari kapal perbekalan hingga kapal bendera adalah kreasi jenius dari Mpu Nala yang sekaligus seorang Laksamana Laut yang handal. Nala menciptakan kapal-kapal dari sejenis kayu raksasa yang hanya tumbuh di sebuah pulau yang dirahasiakan. Pohon raksasa dan cocok untuk dibuat kapal itulah yang membuat kapal-kapal Majapahit cukup besar ukurannya di masa itu.

Setelah Gajahmada dan Mpu Nala wafat maka kekuatan Majapahit pun berangsur lemah apalagi tatkala terjadi perang paregreg kapal-kapal Majapahit saling serang satu sama lain dan kehancuran tak terelakkan lagi bagi seluruh armada. Setelah Majapahit lemah hanya tersisa Armada Jawa yang menguasai perairan Laut Jawa dan jalur laut menuju kepulauan rempah-rempah. Kemudian datanglah bangsa kulit putih yang tujuan utamanya ialah menguasai daerah penghasil rempah-rempah itu dengan modal kapal-kapal gesit dan lincah tidak terlalu besar ukurannya dibanding kapal Majapahit akan tetapi kapal asing itu bersenjata lebih unggul meriam yang bisa memuntahkan bola-bola besi dengan jarak tembak lebih jauh daripada kemampuan jarak tembak cetbang Majapahit.

Sumber  :  http://forum.viva.co.id/sejarah/1143335-sejarah-formasi-angkatan-laut-terkuat-majapahit.html

Candi Cangkuang

Posted by Asep Muharam

Candi Cangkuang terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang , Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi dan Gunung Guntur. Nama Candi Cangkuang diambil dari nama desa tempat candi ini berada. Kata 'Cangkuang' sendiri adalah nama tanaman sejenis pandan (pandanus furcatus), yang banyak terdapat di sekitar makam, Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur Kampung Pulo. Daun cangkuang dapat dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren. 
Cagar budaya Cangkuang terletak di sebuah daratan di tengah danau kecil  (dalam bahasa Sunda disebut situ), sehingga untuk mencapai tempat tersebut orang harus menggunakan rakit. Selain candi, di pulau itu juga terdapat pemukiman adat Kampung Pulo, yang juga menjadi bagian dari kawasan cagar budaya.
Candi Cangkuang ditemukan kembali oleh Tim Sejarah Leles pada tanggal 9 Desember 1966. Tim penelitian yang disponsori oleh Bapak Idji Hatadji (CV. Haruman) ini diketuai oleh Prof. Harsoyo,  Uka Tjandrasasmita (ketua penelitian sejarah Islam dan lembaga kepurbakalaan),  dan mahasiswa dari IKIP Bandung. Penelitian dilaksanakan berdasarkan tulisan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genotschap terbitan tahun 1893 yang menyatakan bahwa di Desa Cangkuang terdapat makam kuno  dan sebuah arca yang sudah rusak.  Disebutkan bahwa temuan itu berlokasi di bukit Kampung Pulo.
Makam dan  arca Syiwa yang dimaksud memang diketemukan. Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan sebuah bangunan candi. Makam kuno yang dimaksud adalah makam Arief Muhammad  yang dianggap penduduk setempat sebagai leluhur mereka.
 Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan  bangunan candi dan di sampingnya terdapat  sebuah makam kuno berikut sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan bangunan. Dengan ditemukannya batu-batu andesit berbentuk balok, tim peneliti yang dipimpin Tjandrasamita merasa yakin bahwa di sekitar tempat tersebut semula terdapat sebuah  candi.  Penduduk setempat seringkali menggunakan balok-balok tersebut untuk batu nisan.
Berdasarkan keyakinan tersebut, peneliti melakukan penggalian di lokasi tersebut. Di dekat kuburan Arief Muhammad peneliti menemukan fondasi candi berkuran 4,5 x 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya yang berserakan.
 Dengan penemuan tersebut Tim Sejarah dan Lembaga Kepurbakalaan segera  melaksanakan  penelitian didaerah tersebut. Hingga tahun 1968 penelitian masih terus berlangsung. Proses pemugaran Candi dimulai pada tahun 1974-1975 dan pelaksanaan rekonstruksi dilaksanakan pada tahun 1976 yang meliputi kerangka badan, atap dan patung Syiwa serta dilengkapi dengan sebuah joglo museum dengan maksud untuk dipergunakan menyimpan dan menginventarisir benda-benda bersejarah bekas peninggalan kebudayaan dari seluruh Kabupaten Garut. Dalam pelaksanaan pemugaran pada tahun 1974 telah ditemukan kembali batu candi yang merupakan bagian-bagian dari kaki candi.   Kendala utama rekonstruksi candi adalah batuan candi yang ditemukan hanya sekitar 40% dari aslinya, sehingga batu  asli yang digunakan merekonstruksi  bangunan candi tersebut hanya sekitar 40%. Selebihnya dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.  
Candi Cangkuang merupakan candi pertama dipugar, dan juga untuk mengisi kekosongan sejarah antara Purnawarman dan Pajajaran. Para ahli menduga bahwa Candi Cangkuang didirikan pada abad ke-8, didasarkan pada:
1. tingkat kelapukan batuannya;
2. kesederhanaan bentuk (tidak adanya relief).





Setelah dipugar, Candi Cangkuang  mempunyai ukuran yang sesuai dengan keadaan alamnya. Tinggi bangunan sampai ke puncak atap adalah 8,5 m. Tubuh candi berdiri di atas kaki  berdenah bujur sangkar berukuran 4,5 X 4,5 m.  Atap candi bersusun-susun membentuk piramid. Sepanjang tepian setiap susunan dihiasi semacam mahkota-mahkota kecil, mirip yang terdapat di candi-candi Gedongsanga.
Pintu masuk ke  ruangan dalam tubuh candi terletak di sisi timur. Untuk mencapai pintu terdapat tangga selebar sekitar 75 cm setinggi sekitar 1 m. Pintu masuk tersebut diapit dinding yang membentuk bingkai pintu. Tidak terdapat hiasan pahatan pada bingkai pintu. 
Saat ini di ambang pintu masuk ke ruangan tersebut telah dipasang pintu berterali besi yang terkunci.Dalam candi terdapat ruangan  seluas  2,2 m2 dengan tinggi  3,38 m.  Di tengah ruangan terdapat arca Syiwa setinggi 62 cm. Konon tepat di bawah patung terdapat lubang sedalam 7 m, namun hal itu tidak dapat dibuktikan karena pengunjung tidak diperkenankan masuk ke ruangan.


Pemukiman adat Kampung Pulo
Kampung Pulo merupakan sebuah kampung kecil, terdiri dari enam buah rumah dan enam kepala keluarga. Sudah menjadi ketentuan adat bahwa jumlah rumah dan kepala keluarga itu harus enam orang dengan susunan tiga rumah disebelah kiri dan tiga rumah disebelah kanan yang saling berhadapan ditambah satu masjid sebagai tempat ibadah.
Oleh sebab itu kedua deretan rumah tersebut tidak boleh ditambah ataupun dikurangi.

Jika seorang anak sudah dewasa kemudian nikah maka paling lambat dua minggu setelah pernikahan harus meninggalkan rumah tempat asalnya, keluar dari lingkungan keenam rumah adat tersebut. Dia bisa kembali keasalnya bila salah satu keluarga meninggal dunia dengan syarat harus anak wanita dan ditentukan atas pemilihan keluarga setempat.

Embah Dalem Arief Muhammad
Embah Dalem Arief Muhammad serta masyarakat setempat yang telah membendung daerah ini, sehingga terbentuk sebuah danau dengan nama Situ Cangkuang. Setelah daerah ini selesai dibendung, maka dataran yang rendah menjadi danau, dan bukit-bukit menjadi pulau-pulau. Pulau tersebut antara lain Pulau Panjang (dimana kampung pulo ada), Pulau Gede, Pulau Leutik (kecil), Pulau Wedus, Pulau Katanda, dan Pulau Masigit. Embah Dalem Arief Muhammad berasal dari Kerajaan Mataram, Jawa Timur. Ia dan pasukannya datang dengan tujuan untuk menyerang tentara VOC di Batavia dan menyebarkan agama Islam di Desa Cangkuang.
Desa Cangkuang, khususnya Kampung Pulo,  waktu itu sudah dihuni oleh penduduk yang menganut agama Hindu. Hal itu terbukti dari adanya candi Hindu yang sekarang telah dipugar. Metode dakwah yang dilakukan Arief Muhammad tidak jauh dari pola dakwah Wali Songo. Secara bijaksana Embah Dalem Arief Muhammad mengajak masyarakat setempat untuk menganut Islam.
 Pedoman dakwah yang diajarkan oleh Arief Muhammad berprinsip pada ajaran Islam yang tidak mengenal kekerasan dan paksaan, melainkan dengan perdamaian dan keikhlasan hati. Ajaran-ajaran yang disampaikan dan ditulis Arief Muhammad dalam naskah-naskah tidak berbeda dengan apa yang kita dapatkan dari para ulama sekarang ini. Dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits, beliau mengajarkan berbagai hal untuk menghadapi segala kehidupan membentuk pribadi umat menjadi muslim yang sejati dengan mentauhidkan Allah SWT, berakhlak baik, dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT.

Adapun hal-hal yang membuktikan adanya penyebaran Islam yang dilakukan pada permulaan abad XVII, antara lain :
  1. Naskah Khotbah Jum’at yang terbuat dari kulit kambing dengan memiliki ukuran 176 X 23 cm. Walaupun terlihat agak sedikit rusak, namun tulisan dalam naskah tersebut masih terbaca jelas.
  2. Kitab Suci Al Qur’an yang terbuat dari kulit kayu (saih) dengan memiliki ukuran 33 X 24 cm. Karena sudah dimakan usia, kondisi kitab ini terlihat sobek. Walau demikian kitab Al Qur’an ini masih bisa dibaca dengan jelas.
  3. Kitab Ilmu Fikih yang terbuat dari bahan kulit kayu (saih) dengan memiliki ukuran 26 X 18,5 cm.
  4. Makam Embah Dalem Arief Muhammad yang berada disebelah selatan Candi Cangkuang. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kerukunan hidup beragama di Nusantara sudah terbina sejak ratusan tahun yang lalu
Para penduduk Kampung Pulo berangsur-angsur menganut agama Islam, tapi sebagian kepercayaan lamanya masih mereka laksanakan. Sebagai contoh,  hari Rabu menjadi hari besar bagi mereka, dan bukan hari Jum’at. 

Sumber  :  http://candi.pnri.go.id/jawa_barat/cangkuang/cangkuang.htm

Misteri Hutan Sancang dan Harimau Siliwangi

Jumat, 23 Agustus 2013
Posted by Asep Muharam
 Siapa yang tidak kenal Padjajaran? Kerajaan Hindu terbesar di Jawa Barat, dan siapa yang tidak kenal dengan prabu Siliwangi? Raja yang termashur dan dikenal sebagai Raja yang amat bijaksana, memiliki seorang istri bernama Dewi Kumalawangi dengan tiga orang putra Raden Walangsungsang, Dewi Rarasantang dan Raden Kiansantang.

Dalam perjalanan sejarah, terdapat legenda yang tentunya juga ada dan lahir dalam beberapa versi, karena dituturkan dari mulut kemulut sehingga sangat dimungkinkan adanya distorsi dan penyimpangan dari sejarah yang sesungguhnya. Sungguhpun demikian, penulis akan mengangkat sebuah versi dari beberapa versi yang beredar tentang usaha dari seorang anak Prabu Siliwangi, Raden Kiansantang untuk mengislamkan Ayahnya. Terlepas dari benar tidaknya, hal ini kami sampaikan bukan karena tendensi dari pihak manapun. Tetapi semata untuk penelusuran sejarah dan penambah bahan dan wawasan bagi penyelidikan lebih jauh. AKhirnya selamat membaca.

Tersebutlah Raden Kiansantang, yang lahir di Pajajaran tahun 1315. ia dikenal sebagai sosok pemuda yang sangat cakap. Tidaklah heran jika pada usianya yang masih muda, Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor kedua, sebuah gelar bagi penguasa Bogor setingkat Kadipaten. Konon, Raden Kiansantang terkenal dengan kesaktianya. Tubuhnya kebal, tidak bisa dilukai senjata jenis apapun. Auranya memancarkan wibawa seorang ksatria, dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.

Menurut legenda lama, dalam pengembaraanya menjelajahi seluruh tanah Pasundan, seumur hidup Raden Kiansantang belum pernah bertemu dengan orang yang mampu melukai tubuhnya.

Padahal keinginannya ingin sekali melihat darahnya sendiri mengalir. Hingga suatu hari, ia memohon kepada ayahnya agar dicarikan lawan yang hebat. Permintaan ini dikabulkan sang Ayah, Prabu Siliwangi yang akhirnya mengumpulkan para ahli nujum.

Prabu Siliwangi meminta bantuan pada ahli nujum untuk menunjukkan siapa dan dimana orang sakti yang mampu mengalahkan putranya, Raden Kiansantang.

Dalam keheningan tidak ada jawaban, akhirnya muncul seorang kakek yang menunjukkan ada seseorang yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang. Menurut kakek tersebut, orang gagah yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang ada di tanah suci Mekkah, namanya Ali.

Merasa tertantang, Raden Kiansantang ingin segera bertemu, namun sang kakek meminta syarat yang disebut-sebut harus bersemedi dulu di ujung kulon, atau ujung barat Pasundan dan harus mau berganti nama menjadi Galantrang Setra.

Dua syarat yang diajukan itu diterima dan mampu dijalankan dengan baik oleh Galantrang Setra sampai akhirnya ia pergi ke Mekkah, mencari seseorang yang diberitahukan oleh sang kakek tersebut.

Sampailah Raden Kiansantang di tanah Arab, dengan cepat ia mencari seorang yang bernama Ali. Pada akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang tidak dikenal di Arab. Ia mau mengantarkan Kiansantang bertemu dengan Ali, namun dengan satu syarat lagi bahwa dirinya mampu mengambil tongkat yang telah ditancapkan di sebuh tempat.

Demi untuk bertemu dengan Ali, Kiansantang menurut untuk mengambil tongkat yang tertancap di pasir. Tapi alangkah terkejutnya ia, ketika mencoba mencabut tongkat itu ia tak berhasil, bahkan meski ia mengerahkan segala kesaktiannya dan dari pori-porinya sampai keluar keringat darah.

Begitu mengetahui Kiansantang tak mampu mencabut tongkatnya, maka pria itu pun menghampiri tongkatnya sambil membaca Bismillah, tongkat itu dengan mudah bisa dicabut.

Kiansantang keheranan melihat orang itu dengan mudahnya mencabut tongkat tersebut sedang ia sendiri tak mampu mencabutnya. Singkat cerita akhirnya Kiansantang masuk agama Islam. Dan setelah beberapa bulan belajar agama Islam, ia berniat untuk kembali ke Pajajaran guna membujuk ayahnya untuk juga ikut memeluk agama Islam.

Sesampainya di Pajajaran, ia segera menghadap ayahandanya. Ia menceritakan pengalamannya di tanah Mekkah hingga masuk Islam. Karena itu ia berharap ayahandanya masuk Islam juga. Tapi sayang ajakan Kiansantang ini tidak bersambut dan ayahandanya bersikeras untuk tetap memeluk agama Hindu yang sejak lahir sudah dianutnya.

Betapa kecewanya Kiansantang begitu mendengar jawaban sang ayahanda yang menolak mengikuti ajakannya. Dan karena alasan itulah Kiansantang memutuskan kembali ke Mekkah demi memperdalam agama Islamnya dengan satu harapan, seiring makin pintarnya ia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk Islam juga.

Setelah 7 tahun kemudian, Kiansantang pun kembali lagi ke Pajajaran untuk mencoba mengislamkan ayahandanya. Mendengar Kiansantang kembali, Prabu Siliwangi yang tetap pada pendiriannya untuk tetap memeluk agama Hindu itu tentu saja merasa gusar. Maka dari itu, ketika Kiansantang sedang dalam perjalanan menuju istana, dengan kesaktiannya, prabu Siliwangi menyulap keraton Pajajaran menjadi hutan rimba.

Bukan main kagetnya Kiansantang setelah sampai di wilayah keraton pajajaran tidak mendapati keraton itu dan yang terlihat malah hutan belantara, padahal ia yakin dan tidak mungkin keliru, disanalah keraton Pajajaran berdiri.

Dan akhirnya setelah mencari kesana kemari ia menemukan ayahandanya dan para pengawalnya keluar dari hutan. Dengan segala hormat, dia bertanya pada ayahandanya, “Wahai ayahanda, mengapa ayahanda tinggal di hutan? Padahal ayahanda seorang raja. Apakah pantas seorang raja tinggal di hutan? Lebih baik kita kembali ke keraton. Ananda ingin ayahanda memeluk agama Islam.”

Prabu Siliwangi tidak menjawab pertanyaan putranya, malah ia balik bertanya, “Wahai ananda, lantas apa yang pantas tinggal di hutan?” “Yang pantas tinggal di hutan adalah harimau.” Jawab Kiansantang

Konon, tiba-tiba prabu Siliwangi beserta pengikutnya berubah wujud menjadi harimau. Kiansantang menyesali dirinya telah mengucapkan kata Harimau hingga ayahanda dan pengikutnya berubah wujud menjadi harimau.

Maka dari itu, meski telah berubah menjadi harimau, namun Kiansantang masih saja terus membujuk mereka untuk memeluk agama Islam. Namun rupanya harimau-harimau itu tidak mau menghiraukan ajakannya. Mereka lari ke daerah selatan, yang kini masuk wilayah Garut. Kiansantang berusaha mengejarnya dan menghadang lari mereka. Dia ingin sekali lagi membujuk mereka. Sayang usahanya gagal. Mereka tak mau lagi diajak bicara dan masuk ke dalam goa yang kini terkenal dengan nama goa Sancang, yang terletak di Leuweung Sancang, di kabupaten Garut.


 prabu kiansantang juga memiliki beberapa petilasan yang menjadi tempat beliau beristirahat dalam pencarian ayahnya prabu siliwangi,,salah satunya di tempat karuhun ane desa ciburuy garut

pencariannya ke sancang menemui hasil sampai kiansantang bertemu ayahnya prabu siliwangi namun beliau tetap pada pendiriannya untuk tidak memeluk islam, sampai akhirnya prabu siliwangi menggunakan kesaktiannya menghilang dan masuk di telan bumi, menurut cerita setempat saat ini ilmu yang dimiliki prabu siliwangi inilah yang dicari dan coba dipelajari ahli kebatinan setempat

di petilasan ciburuy ini juga tersimpan beberapa pusaka dan peninggalan kiansantang, serta bekas tempat sholat beliau berupa batu besar, dan ada pula tongkat sancang yang digunakan kiansantang yang masih terprlihara dengan baik..


Sumber  : k a s k u s

Mistik Hutan Leuweungsancang

Posted by Asep Muharam
maungJalan tanah yang terjal dengan batu-batu runcing dipadati dahan rimbun di sisinya. Sesekali, ojek pengangkut kayu melintas di jalan yang lebarnya hanya 3 meter itu. Pengendaranya lincah menghindari lekukan dan batu. Lutung, elang, dan perkutut sesekali tampak berkeliaran di sana.

Jalan itu adalah jalur yang melintasi hutan Leuweungsancang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Meski pepohonan cukup padat dan masih terdapat berbagai satwa liar di hutan tersebut, kelestarian Leuweungsancang sudah sangat berubah.

"Dulu, waktu saya pertama bekerja tahun 1987, banyak macan, ular, bahkan banteng," kata polisi hutan Cagar Alam Leuweungsancang, Aji Sudarji. Saat itu, Leuweungsancang sangat ditakuti. Jangankan masyarakat, polisi hutan pun segan jika hendak masuk ke hutan itu.

"Baru di tepi hutan saja, kami sudah bergidik. Kepercayaan itu terkait erat dengan mitos Leuweungsancang," katanya. Mitos itu menyebutkan Leuweungsancang sebagai tempat menghilangnya Prabu Siliwangi. Jika warga masuk ke hutan lalu terluka dengan binatang buas, menurut Aji, mereka sangat percaya itu disebabkan kesakralan hutan telah diganggu.

Dengan keangkeran itu, Leuweungsancang justru terjaga. Saat itu pohon begitu rimbun sehingga sinar matahari pun sulit menembus rimbunnya daun dan ranting. Namun, sejak reformasi 1998, kondisinya berubah karena pembalakan liar.

Walaupun pembalakan mereda tahun 2003 dengan bantuan polisi, kesakralan Leuweungsancang dan penghormatan kepada hutan tak lagi terasa. Di hutan dengan luas sekitar 2.150 hektar itu tak lagi ditemukan banteng. Ular dan macan pun hanya sesekali terlihat. Menurut Sule (46), nelayan di Desa Sancang, Kecamatan Cibalong, mitos Prabu Siliwangi tergantung pada masing-masing individu. Ada warga yang masih memercayainya, tetapi ada pula yang menganggap sebagai suatu lambang.

"Jadi, Prabu Siliwangi itu sebagai perlambang orang Sunda. Siliwangi itu ada dalam hati, bukan dalam wujud sebenarnya," ujarnya.

Legenda

Menurut legenda, Prabu Siliwangi dan pengikutnya melarikan diri dan menghilang di Leuweungsancang karena dikejar anaknya, Kiansantang, lantaran menolak masuk Islam. Prabu Siliwangi berubah wujud menjadi harimau putih, sementara pengikutnya menjadi harimau loreng yang disebut maung sancang.

Harimau jelmaan Prabu Siliwangi berdiam di dekat muara Sungai Cikaengan. Lokasi itu hingga kini dianggap petilasan Prabu Siliwangi dan kerap didatangi masyarakat Sunda dan wisatawan. Sementara maung sancang tinggal di hutan Leuweungsancang. Keberadaan legenda itu mengakibatkan hutan di tepi Samudra Indonesia itu dihormati masyarakat sekitar dan menjadikannya sebagai hutan tropis pantai yang masih cenderung utuh.

Di Leuweungsancang juga ditemui pohon kaboa (Aegiceros comiculatum), yaitu sejenis bakau yang hanya tumbuh di hutan itu. Kayu kaboa konon diyakini sebagai pelindung jika menjelajahi hutan itu agar tidak diganggu harimau.

Kini pohon itu diyakini punah akibat penyerobotan lahan dan pembalakan liar sejak reformasi 1998. Sejumlah hewan langka seperti banteng juga menghilang.

Sumber  :  http://www.indospiritual.com/artikel_mistik-hutan-leuweungsancang.html

Tintin di Indonesia

Posted by Asep Muharam
 
           Menonton program petualangan “Ekspedisi Cincin Api” yang ditayangkan di Kompas-TV, menggelitik fikiran saya tentang kondisi geografis negeri ini yang memiliki gunung api terbanyak di dunia karena dilintasi barisan gunung-gunung berapi dunia yang dikenal sebagai “ring of fire” (cincin api). Hal ini yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur, yang diakibatkan oleh muntahan material vulkanik yang kerap dikeluarkan saat gunung berapi meletus. Bahkan karena kondisi alam yang sedemikian, beberapa waktu lalu dunia sempat dihebohkan oleh sebuah buku yang menyatakan bahwa Indonesia adalah benua Atlantis yang hilang.
Kekayaan alam Indonesia yang menawan –salah satunya Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan banyak gunung berapi– mungkin saja mengilhami Georges Prosper Remi (1907-1983) alias HergĂ© si pengarang komik serial Petualangan Tintin untuk membuat salah satu komiknya ber-setting di Indonesia. Pada komik Petualangan Tintin berjudul “Penerbangan 714 ke Sydney” yang dibuat pada tahun 1966, Tintin, Milo (Snowy), Kapten Haddock dan Profesor Lakmus (Prof. Calculus), memulai petualangannya di Indonesia (aslinya disebutkan Sondonesia) ketika secara tidak sengaja pesawat yang mereka tumpangi dibajak dan dipaksa mendarat di sebuah pulau terpencil.
Alkisah dalam komik tersebut diceritakan sebelum melanjutkan perjalanan ke Sydney, pesawat Boeing 707 dengan nomor penerbangan 714 dari London yang ditumpangi Tintin dkk., transit terlebih dahulu di Jakarta International Airport yang ketika itu masih berlokasi di Kemayoran (Kemajoran International Airport – Djakarta). Tapi dalam komik Tintin saat masih diterbitkan oleh Indira (berjudul “Penerbangan 714” saja, tanpa “ke Sydney”) disebutkan Tintin mendarat di Cengkareng. Mungkin saat komik aslinya dibuat pada tahun 1966 bandara Cengkareng belum ada dan masih menggunakan bandara Kemayoran yang sekarang dijadikan lokasi Pekan Raya Jakarta (PRJ).
 








Di Jakarta, Tintin dkk. bertemu teman lamanya Kapten Szut yang telah menjadi pilot pribadi miliuner Laszlo Carreidas. Sang miliyuner mengajak serta Tintin dkk. untuk menumpangi pesawat jet pribadinya, Carriedas-160 tujuan Sydney. Di perjalanan, pesawat tersebut sempat melakukan kontak udara dengan menara kontrol yang ada di Mataram dan Makassar sesaat sebelum dibajak. Bahkan ketika terbang rendah di perairan Indonesia karena menghindari pantauan radar, pesawat jet yang dibajak itu sempat merangsek layar perahu Phinisi milik salah satu nelayan Indonesia. Disitu terlihat sang nelayan mengucapkan sumpah serapah dengan bahasa Indonesia yang kaku, "kurang adjar! Apa tidak bissa djaga sampoenja lajar! apa gila!", mungkin maksudnya begini “kurang ajar! Apa tidak bisa lihat layar kapal? Sudah gila apa?”.
Pesawat yang ditumpangi Tintin dkk. mendarat darurat di sebuah pulau kecil bernama Pulau Bompa yang kurang lebih berada di Indonesia Timur, diceritakan pulau tersebut terletak di Laut Sulawesi dan di pulau itu terdapat gunung berapi aktif sebagai rangkaian dari sabuk gunung api dunia (ring of fire). Di pulau itu terdapat beberapa milisi lokal yang dipekerjakan musuh bebuyutan Tintin, Rastapopoulos dalam melakukan pembajakan pesawat Carriedas. Sang milisi nampak menggunakan pakaian tradisional Indonesia, seperti kopiah dan ikat kepala khas daerah Sulawesi. Selain itu, di pulau tersebut digambarkan fauna khas Indonesia seperti Komodo, burung Rangkong dan monyet Bekantan yang berhidung besar.
Ending dari komik tersebut menceritakan kegagalan para pembajak yang menyandera sang Milyuner untuk mendapatkan uang, karena gunung berapi di pulau itu meletus dan mereka harus menyelamatkan diri masing-masing. Disitu juga digambarkan Tintin dan teman-teman melarikan diri hingga menemukan situs purbakala di dalam goa dengan relief-relief mirip dengan yang ada situs-situs purbakala di Indonesia Timur. Sebagai bumbu cerita Hergé menambahkan UFO yang membantu menyelamatkan Tintin dkk. untuk bisa keluar dari pulau dengan selamat. Mungkin saat komik ini dibuat, isu-isu seputar UFO dan dunia ruang angkasa mulai sering diperbincangkan, mengingat tema UFO belum pernah muncul pada serial Tintin sebelumnya yang rata-rata ber-setting antara tahun 1930-an hingga awal 1960-an.
Saat ini, kisah petualangan Tintin di Nusantara dijadikan salah satu ikon persahabatan Belgia dan Indonesia, sebab komik karangan HergĂ© –yang merupakan orang Belgia– begitu melegenda di Indonesia. Menurut Antaranews (12/03/2011), konsul kehormatan RI di Belgia, Eric Domb, menyerahkan reproduksi beberapa cuplikan gambar komik Tintin "Flight 714 to Sydney" kepada Dubes RI di Brusel yang diwakili oleh Sekretaris Tiga Pensosbud KBRI Brusel, Royhan N. Wahab sebagai symbol kedekatan Indonesia-Belgia melalui media komik. Dalam hal ini Eric Domb bertindak sebagai wakil resmi Fanny Rodwell, janda mendiang HergĂ©, pemilik dan memegang hak cipta atas seluruh komik Tintin karya HergĂ©. Eric Domb juga mengatakan bahwa keluarga HergĂ© tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, sumbangan ini adalah yang pertama kali dilakukan keluarga HergĂ©.

Sumber  :  http://willylandscape.blogspot.com/2011/09/tintin-di-indonesia.html
Welcome to My Blog

Popular Post

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

Páginas vistas en total

Archive

free counters
Blinkie Text Generator at TextSpace.net
Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Followers

Followers

About Me

Foto Saya
Asep Muharam
Lihat profil lengkapku

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blinkie Text Generator at TextSpace.net
free counters
Blinkie Text Generator at TextSpace.net
Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Batavia 1943 -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -