Posted by : Asep Muharam Selasa, 21 Februari 2012








Tak satupun orang yang berbeda pendapat tentang hak rakyat Palestina untuk membangun dan merayakan kemerdekaan negaranya yang layak dengan pengorbanan dan kontribusinya selama ini. Membentuk zaman baru yang mencerminkan bangsa Palestina bebas dan merdeka, setelah beberapa dekade mengalami penderitaan yang panjang.
Mewujudkan negara Palestina yang merdeka adalah cita-cita setiap orang Palestina, walaupun sangat ditentang oleh penjajah durjana. Atau oleh antek-antek penjajah. Sehingga Anda tidak bisa melihat seorang Palestina bisa mencintai tanah airnya dan merasakan indahnya revolusi. Orang yang selalu menentang setiap upaya bagi kemajuan negeri dan proses penguatan jati diri bangsa Palestina yang sejati.

Akan tetapi tema tentang negara seharusnya tidak semestinya diekspos seadanya, jauh dari konten dan nilai-nilai luhur. Karena masih banyak tafsiran tentang karakter negara yang akan mendapatkan legalitas dari lembaga-lembaga dunia. Dari soal efektivitas kekuasaan yang dimilikinya di lapangan nanti, soal berbagai batasan dan komitmen yang harus dijalankannya, hingga soal karakter hubungannya dengan Zionis Israel dan sejumlah tafsiran lainnya yang muncul tentang orientasi negara yang akan dibentuk nanti. Untuk menentukan apakah negara ini memiliki beberapa penopang utama sebagai penyangga atau hanya sekedar negara boneka, tak lain tak bukan.

Dari sejumlah pengalaman interaksi sebelumnya yang penulis alami dengan pihak Zionis Israel dan pemeritah Amerika serta Uni Eropa (UE) berikutnya. Mereka yang biasanya mengontrol langsung pada mekanisme pembuatan kebijakan negara, khususnya tentang isu Palestina. Pengalaman-pengalaman itu menunjukkan betapa besarnya kesulitan dan rintangan yang dihadapi oleh pihak Otoritas Palestina (OP), hingga sekarang ini. Sehingga menjadikannya sebagai eksistensi lemah tak berdaya, tak bisa memutuskan kebijakan apapun dan selalu dalam bayang-bayang tekanan, bahkan pengaruh, dari pihak luar.
Catatan dan Masukan

Atas rencana Mahmud Abbas dan OP yang ingin berangkat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mengumumkan akan berdirinya negara Palestina merdeka, penulis ingin menjelaskan sejumlah catatan dibawah ini:

Pertama: keberangkatan ke PBB untuk mendapatkan keanggotaan penuh bagi negara Palestina dengan batas tahun 1967 akan memberikan legitimasi kepada Zionis Israel untuk menjajah wilayah-wilayah Palestina lainnya.

Jika kita perhatikan dengan seksama upaya perundingan yang digagas oleh pihak Palestina untuk mendapatkan pengakuan negara dengan batas tahun 1967, yang itu hanya mewakili 22% saja dari luas wilayah Palestina historis, sebagai sumber referensi bagi perundingan dengan tujuan mendirikan negara di atas wilayah tersebut (22% itu). Maka penulis melihat upaya untuk memperoleh apa yang disebut negara di PBB, dalam bentuk apapun, secara otomatis akan menghilangkan sisanya lagi, 78% dari luas Palestina, untuk kepentingan pihak Israel. Sekaligus, mengharamkan bangsa Palestina untuk memintanya lagi di kancah dunia, sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.

Kedua: dilihat dari sisi hukum dan fakta, keberhasilan upaya resmi Palestina dalam koridor lembaga-lembaga PBB, dengan sendirinya akan membahayakan masa kini dan masa depan isu Palestina. Juga akan membahayakan bagi masa depan pembebasan nasional rakyat Palestina dari penjajahan Zionis Israel, dan memberikan hadiah gratis kepada Zionis Israel yang tak terbayangkan sebelumnya. Selanjutnya, akan menyatakan pengakuan terhadap Zionis Israel sebagai negara Yahudi dan melakukan kompromi atas tanah Palestina tahun 1948.

Setelah Palestina mendapatkan julukan “negara” secara langsung membebaskan Zionis Israel dari sekat-sekat yang membatasinya dan komitmen yang harus dijalankan hingga kini. Terus, mendorongnya berinteraksi dengan realita Palestina, dengan bentuknya yang baru, sebagai negara tetangga. Dengan posisi seperti itu, isu Palestina tidak bisa diuntungkan. Karena Israel akan terus menggunakan kebijakan dan kebiasaan represifnya kepada Palestina. Namun yang berbeda, kali ini Israel bertameng dengan keputusan internasional dalam menghadapi negara lainnya, Palestina.

Dengan begitu, rakyat Palestina bersama pemerintahannya dalam posisi terpasung, tak berdaya dalam mewujudkan pembebasan nasional Palestina, hingga legalitasnya sirna di mata dunia internasional.

Ketiga: pilihan ke PBB untuk mendapatkan keanggotaan penuh sebagai negara pada bulan September nanti, tidak melalui konsensus nasional Palestina. Bahkan tak satupun faksi atau kelompok Palestina, diluar Fatah, dimintai usulan ataupun masukan. Fatah sendiripun, tidak satu suara dalam menentukan pilihan tersebut.

Lalu muncul sebuah pertanyaan, kenapa Mahmud Abbas tidak memilih konsensus nasional dalam menentukan pilihan penting ini? Apa yang menghalanginya untuk melakukan musyawarah berskala nasional?

Sangat disayangkan jika pilihan ini adalah pilihan pribadi Abu Mazen (panggilan akrab Mahmud Abbas, red.) bersama timnya di OP. Apakah ini ada kaitannya dengan ketidak-tajaman jurus-jurus Abu Mazen dalam proses-proses perundingan dengan pihak Zionis Israel. Kemudian memilih pilihan yang sangat berbahaya ini, sebagai kompensasinya?!
Oleh karena itu, pilihan September nanti akan menyelamatkan Abbas dari krisis yang melilitnya di fase lalu. Mungkin ini rahasianya, walaupun langkahnya ini akan dihadang oleh ancaman dari Israel dan tekanan Amaerika. Sehingga, pada akhirnya, memaksanya memilih pilihan meja perundingan untuk yang kesekian kalinya.

Keempat: pilihan ini kurang didasari dengan visi yang jelas dan kajian yang sistematis. Karena tidak bisa dibenarkan isu-isu besar Palestina digantungkan hanya pada ide atau pendapat seorang pemimpin atau pejabat tertentu bersama orang-orang dekatnya. Jauh dari elemen masyarakat lainnya, baik dari kalangan politik, ideologi dan kebudayaan.
Pilihan ke PBB untuk mendapatkan keanggotaan penuh sebagai negara “merdeka” tidak didasari pada kajian nasional Palestina yang mendalam. Juga tidak disampaikan atau dikaji secara sistematik oleh para penentu kebijakan Palestina, dengan mempertimbangkan semua dampak dan efeknya. Tanpa visi yang jelas, dan tanpa memperhatikan perkembangan situasi terkini.

Barangkali penjelasan dari anggota Dewan Nasional Palestina, Soeb Oraekat tentang pertarungan Palestina dan kesiapan Palestina di semua level, sebagai pembuka tabir bagi pilihan September ini. Sebuah pernyataan yang jauh dari fakta dan realita di lapangan.
Hingga kini, pimpinan OP, khususnya Abbas, belum menyepakati rumusan teks yang nanti akan disampaikan di PBB bulan September meminta keanggotaan negara Palestina. Mereka pun juga belum menentukan untuk pergi kepada DK PBB terlebih dulu, sebelum ke Majelis Umum PBB. Atau karena peluang sukses di DK PBB sangat kecil, karena akan menghadapi hak veto Amerika, akhirnya mereka memilih jalan pintas ke Majelis Umum PBB.

OP berikut pejabat-pejabatnya tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Keputusan pergi ke PBB hanya diputuskan oleh Abbas bersama orang-orang terbatas saja, mereka yang dekat dengan Abu Mazen. Nampaknya, keputusan itu hanya di tangan Abbas sendiri.

Kelima: pilihan (September) ini terlihat kamuflase dan formalitas semata, jauh dari fakta dan realita di lapangan. Lalu apa artinya orang Palestina mendapatakan “negara” namun hanya sebatas bangunan tanpa pondasi, tanpa isi. Apalah artinya “negara” bila tak berdaulat atas wilayah-wilayah kekuasaannya. Karena wilayah-wilayah tersebut terkungkung dalam jeratan Zionis Israel.
Bagaimana mungkin disebut sebagai “negara” berdaulat jika Mahmud Abbas sendiri tidak bisa bergerak dengan bebas, dari satu wilayah ke wilayah lain, tanpa diizinkan terlebih dulu oleh pihak Zionis Israel. Sementara, hanya hitungan detik, tank-tank dan peralatan perang Zionis Israel dengan mudahnya menduduki wilayah Palestina tanpa ragu, tanpa peduli dengan kedaulatan Palestina.

Keenam: pilihan (September) ini memandang sepele atas beberapa prioritas kerja nasional Palestina dengan maksud ingin menggagalkannya, khususnya rekonsiliasi nasional Palestina yang sudah disepakati pada bulan Mei lalu.
Setiap orang Palestina meyakini bahwa rekonsiliasi ini perlu dijaga dan menjadi prioritas kerja nasional sebelum memilih kerja-kerja lainnya. Dengan tujuan agar bisa keluar dari krisis internal yang menyebabkan rakyat Palestina hidup dalam ketidak-pastian. Kemudian bersatu padu menghadapi kekejaman Israel, tidak terpecah belah.

Penutup
Dengan catatan-catatan di atas, nampaknya keinginan Mahmud Abbas untuk pergi ke PBB pada bulan September nanti merupakan langkah yang tidak jelas dan tidak memperhatikan dampak-dampaknya di masa mendatang.
Untuk itu, tak ada jalan lain kecuali menyatukan langkah untuk membuat langkah-langkah strategis komprehensif yang disepakati oleh semua elemen masyarakat Palestina. Langkah-langkah itu berisikan mekanisme detail untuk bisa keluar dari krisis yang akan menghantam isu Palestina dan bangsanya. Juga berisi tentang pandangan dan alternatif nasional yang bisa berinteraksi dengan fase-fase mendatang, jauh dari agenda dan intervensi pihak asing.

Sumber  :  http://knrp.or.id/kajian/negara-palestina-di-bulan-september-antara-mimpi-dan-realita.htm

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

Páginas vistas en total

Archive

free counters
Blinkie Text Generator at TextSpace.net
Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Blog Archive

Followers

Followers

About Me

Foto Saya
Asep Muharam
Lihat profil lengkapku

Archives

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blinkie Text Generator at TextSpace.net
free counters
Blinkie Text Generator at TextSpace.net
Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Batavia 1943 -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -